Rabu, 06 Februari 2013

WEDDING ORGANIZER


Beberapa waktu lalu saya terlibat dalam pernikahan seorang adik ipar di Jakarta. Biaya pesta keseluruhan melebihi Rp 400 juta rupiah. Gila. Mengapa kita tak pernah memperhatikan besarnya peluang bisnis Pesta Pernikahan ini? Mari kita hitung.

Berapa persen GDP Indonesia yang disumbangkan resepsi nikah ya?” Asumsi: terdapat 1 juta pernikahan/ tahun di Indonesia dan menghabiskan biaya sebesar pendapatan/kapita 1,5 tahun. Maka berdasarkan asumsi tadi, pernikahan di Indonesia adalah bisnis senilai kira-kira Rp. 55 Trilyun per tahun.

Tiap tahun populasi Indonesia nambah 3 juta jiwa. Pada usia nikah mungkin tinggal 2,5 juta jiwa. Yang tetap jomblo 500 ribu. Lalu diasumsikan ada 2 juta orang menikah, jadi rasanya jumlah 1 juta pernikahan per tahun cukup masuk akal. Bagaimana dengan pernikahan siri atau pernikahan ke 2,3, atau 4 dst? Kan biasanya nggak dirayain. Jadi nggak usah dihitung.

Biaya? Asumsikan hasil tabungan setara sekitar 1,5 x GDP/kapita. Jadi sekitar Rp. 54 juta. Total jadi sekitar Rp 55 Trilyun.

Memang ada yang biaya kawinan sampai milyaran, tapi ada juga yang sederhana - maka kita ambil jalan tengah: biaya berdasarkan GDP/ kapita. Kalau di kota besar duit segitu bisa nggak kerasa, tapi 57% penduduk Indonesia kan masih tinggal di pedesaan.

Kalau ada 1 juta pernikahan se-Indonesia/tahun dan 90% berlangsung hari Sabtu dan Minggu, sepertinya bisnis penyewaan gedung untung besar. Indikasinya booking gedung untuk resepsi bisa 6 bulan sampai setahun lebih. Bubble kah ini? Yang jelas sih under supply. Sewa gedung, catering, sewa peralatan pesta jelas untung besar. Bisnis yang hidup dari rejeki Rp. 55 Trilyun per tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar