Rabu, 06 Februari 2013

Ekonomi dan Kompleksitas


Mis-persepsi paling umum tentang ekonomi adalah bahwa ekonomi dapat meramalkan masa depan secara presisi. Ini sangat keliru. Kenapa?

Masalahnya ada pada kompleksitas. Manusia bereaksi secara berbeda-beda. Kompleksitas ekonomi di skala makro itu seperti main bilyar. Bayangkan anda main bilyar dengan 300 bola warna warni, dengan meja seluas lapangan volley, dengan tongkat (stick) bilyar bertenaga setara mesin jet. Sodokan anda bukan cuma mencapai hal-hal yang diinginkan, tetapi juga hal-hal lain yang tidak diinginkan. Sulit untuk menghindari hal-hal tersebut.

Herannya, banyak yang percaya ekonom mampu. Padahal kalau ditanya: siapa Menlu Amerika tahun 2018? Jawabannya sama tidak jelasnya dengan ekonomi 2018.

Contoh lain, sarapan pagi. Ada yang makan bubur, nasi, mie, roti, jagung. Juga ada yang sarapan pempek atau acar. Ada yang makan sedikit, ada yang banyak. Ada yang digabung makan siang, ada yang diet, ada yang puasa. Ada yang doyan, ada yang alergi. Macam-macam.

Di level individu saja sudah banyak pilihan, cukup kompleks. Bayangkan kompleksitas seribu, sejuta, seratus juta, atau semilyar orang. Kalau tiba-tiba pada keranjingan roti, harga gandum bisa meroket dan pasokan kurang, padahal berton-ton beras/ jagung busuk karena tidak diminati. Bayangkan nasib petaninya. Juga kalau tiba-tiba pada takut makan mie, bukan cuma pabrik mie tutup, tapi beras/ jagung bisa kurang pasokan.

Solusi masalah rumit ini cukup sederhana: tiap orang pilih cara untuk sarapan. Tidak usah diatur orang lain, cukup ibu atau istri. Kalau beras langka, ya beli roti. Kalau jagung murah ya silahkan dicoba. Pendekatan ini disebut pendekatan pasar (market oriented). Di pasar keputusan-keputusan ekonomi diambil individu. Tetap rumit, tapi mendingan dibanding kalau yang memutuskan sarapan adalah presiden/ menteri.

Melihat kompleksitas bahkan cuma soal sarapan, wajar kalau ekonom merasa skeptis bisa benar-benar yakin memproyeksikan masa depan.

Nah, bisa kita bayangkan bagaimana kalau ekonomi nasional diatur. Masalahnya, tidak semua bisa diatur di level individu/ via pasar.

Di Dunia ketiga, infrastruktur pasar barang dan jasa, pasar tenaga kerja dan pasar modal masih tertinggal, mau tak mau harus sentralistik. Maka ada resiko salah kebijakan. Kalau individu salah pilih sarapan, bukan masalah besar. Gampang diperbaiki. Bagaimana kalau sarapan se-negara?

Skala besar, kesalahan bisa serius. Tewas kelaparan 30 juta orang pernah terjadi hanya karena pemerintah China sok-sokan mengatur cara bertanam. Ini juga pernah terjadi di Uni Soviet dan bikin orang Ukraina dendam. Di negara otoriter banyak keputusan sentralistik. Kalau salah: fatal.

Salah kebijakan juga pernah terjadi di World Bank. Ada besar, ada kecil. Ada sepihak, ada karena intervensi baik Megara donor maupun penerima bantuan. Kesalahan pemerintah lebih mudah dilupakan dan dimaafkan, tapi kesalahan lembaga internasional cenderung dipelihara. Semangat anti asing.

Lalu apa yang dikerjakan ekonom? Menganalisa komponen-komponen peristiwa ekonomi, mana yang pengaruhnya besar mana yang kecil dan mengisolasinya. Jadi bisa saja ekonom cukup yakin (karena faktor-utama utama sudah ditemukan) - tapi mustahil SANGAT yakin, karena faktor kecil bisa berpengaruh juga. Dan tiap ekonom bisa punya sudut pandang masing-masing. 5 ekonom bisa punya 5 pendapat berbeda.

Bukan berarti ekonom tidak berguna, tapi kita harus sadar kompleksitas masalah ekonomi. Seperti ilustrasi main bilyar. Ada resiko salah. Yang penting, bisa segera dikenali masalahnya dan diperbaiki. Juga jangan sampai fatal, semisal korban jutaan orang kasus China dan Soviet.

Juga pembangunan lembaga pasar baik besar/ kecil, supaya individu lebih mudah mengatur keputusan ekonomi. Resiko bisa disebar dan mengecil. Ekonom seringkali ragu karena kompleksitas masalah ekonomi. Hati-hati dengan ekonom yang tidak pernah ragu sama sekali. Salah belajar mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar