Kamis, 07 Februari 2013

FUNGSI BI


Seharusnya fungsi BI lebih kepada menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang utama dunia. Pelaku ekonomi di negeri ini kan bukan hanya para eksportir saja, tapi juga importir yang sama-sama harus dilindungi usahanya. Sebagai contoh, kalau rupiah terus melemah, bagaimana jadinya industri tahu-tempe yang sebagian besar bahan baku kedelainya di impor, terutama dari AS?. Harga kedelai akan menjadi sangat mahal, sementara sebagian besar pengusaha tahu-tempe merupakan pengusaha kecil dan konsumen mereka-pun rakyat kecil yang rentan terhadap kenaikan harga.

Seharusnya fungsi BI lebih kepada menjaga stabilitas rupiah, agar nilai tukarnya tidak bergerak (volatilitas naik-turun) terlalu tajam. Pengusaha, eksportir maupun importir, lebih mengutamakan stabilitas karena dengan stabilitas mereka bisa membuat perencanaan jangka panjang. Tidak harus sering di revisi.

Dan lagi depresiasi rupai terhadap dollar tidak penting sekali saat ini. Karena cenderung menurunnya ekspor kita ke AS dan Eropa belakangan ini bukan karena nilai tukar, tapi lebih karena negara-negara tersebut tengah dililit krisis ekonomi. Ekspor kita justru meningkat kenegara dunia ketiga, terutama China. Masalahnya, sama seperti kita, China juga sedang mengalihkan tujuan ekspornya dari AS dan Eropa kurang daya serap, ke negara lain termasuk Indonesia. Akibatnya impor kita dari China juga meningkat lebih tajam lagi. Yuan menjadi lebih dominan dibanding Dollar. Kita terpaksa harus berhadapan head-to-head dengan China. Celakanya, dalam banyak hal kita kalah bersaing dengan China, teruta upah buruh, produktivitas dan penguasaan teknologi.

Komunisme dan pemerintahan otoriter membantu pemerintah China mengontrol ambisi kaum buruhnya. Demokratisasi dan reformasi di negeri kita menjadikan pemerintah terkesan tak berdaya menghadapi buruh. Buruh demo, UMR naik. Padahal kenaikan upah tidak seiring dengan peningkatan produktivitas. Akibatnya biaya produksi naik tajam, lebih mahal di bandingkan China. Sementara dalam hal produktivitas dan penguasaan teknologi, kita malah tertinggal dari China. Sebenarnya pemerintah dapat melakukan proteksi (tarif dan non-tarif) terhadap produk impor. Tapi maraknya penyelundupan membuat semua itu menjadi tak berarti. Dan proteksi hanya cara bertahan orang yang kalah. Seharusnya daya saing yang ditingkatkan. Menurut saya, tidak ada jalan lain kita harus membenahi dapur sendiri terlebih dahulu agar mampu bersaing. Bukan dengan melemahkan nilai tukar rupiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar