Selasa, 12 Februari 2013

GREAT DEPRESSION


Bank of United States

Ada sebuah bank dengan aset cuma 1% dari perbankan nasional. Krisis. Bank Sentral pun ambil alih itu bank. Century? Bukan Century. Tapi Bank CajaSur di Spanyol akhir Mei 2010. Dampaknya dikhawatirkan meluas ke seluruh Eropa. 

Kenapa bank harus diselamatkan? Karena duit masyarakat ada di dalamnya. Mulai dari tabungan anak-anak sampai tabungan pensiunan dan uang perusahaan.

Bagaimana cara menyelamatkannya? Injeksi uang. Dan injeksi ini bersifat utang, yang bila diperhitungkan akan menggerus modal pemilik bank. Injeksi terus dilakukan sampai bank stabil - baru kemudian duit hasil injeksi dihitung ulang. Sanggup atau tidak pemilik bank membayarnya? Kalau pemilik bank tidak sanggup membayar dana injeksi - maka utang tadi dikonversi menjadi modal dan berarti pemilikan bank beralih.

Nah bisa anda bayangkan kalau bank tidak diselamatkan, maka uang masyarakat akan hilang begitu saja. Dan kepercayaan akan juga hilang. Kalau kepercayaan hilang, maka masyarakat akan menarik uangnya dari berbagai bank. Bank sehat pun bisa jadi ikutan sakit.

Di Amerika tahun 1930-an ada padanannya dengan kasus Bank Century - yaitu Bank of United States. Jangan salah, nama keren tapi bank swasta kok. Bank yang relatif kecil, walau nomer 3 terbesar di kota New York - tapi secara nasional cuman ranking 28-an. Ranking yang sama dengan Century.

Di kota New York, Bank of United States dikenal sebagai "bank-nya tukang jahit" - kenapa? Karena banyak menyalurkan kredit ke imigran. Dan imigran Eropa di kota New York kebanyakan modal nekad dan sedikit keahlian - termasuk di antaranya sebagai tukang jahit.

Pendiri Bank of United States bernama Joseph S. Marcus, yang juga seorang imigran Yahudi dari Essen Jerman. Didirikan tahun 1913. Dia pilih nama keren dan hebat "Bank of United States" karena imigran pikir itu bank milik pemerintah Amerika Serikat, padahal bukan. Amerika sendiri nggak punya bank pemerintah sejak Second Bank of United States tidak diperbaharui ijinnya tahun 1841.

Bank of United States kemudian berkembang pesat sepanjang 1913-1930, karena basisnya para imigran yang agresif meminjam dan menabung. Dan saat itu Amerika adalah negeri terbuka - siapa saja yang mau berimigrasi - sillahkan datang. Tidak ada halangan kecuali penyakit.

Masuk generasi kedua: Bank of United States dikendalikan oleh Bernard Marcus, yang sudah mulai terlibat dalam operasional sejak 1919. Si anak lebih agresif lagi. Ia membesarkan Bank of United States dengan cara merger denganbank-bank lain. (Persis seperti Century kan? Sebagai latar belakang informasi: Bank Century adalah hasil merger: Bank CIC + Bank Danpac + Bank Pikko). Bank of United States pun go public (persis juga seperti Bank Century). Harga sahamnya pernah mencapai $231 per lembar di tahun 1928.

Kemudian Black Monday dan Black Tuesday terjadi, pasar saham New York crash di tahun 1929, tanggal 28 & 29 Oktober. Kerugian akibat crash di pasar saham ini membuat banyak orang kehilangan uang yang dispekulasikan di pasar saham. Mereka gampang curiga.

Tapi kecurigaan masih terbatas dan terkendali sampai tanggal 10 Desember 1930. Saat banyak orang berkumpul di depan Bank of United States. Bank of United States juga berfungsi sebagai broker saham dan juga jualan "reksa dana" yang bermasalah. (persis seperti Bank Century juga kan?). Dan petinggi Bank of United States juga ada yang masuk penjara karena terkait dengan kasus penipuan investor (persis juga kan?).

Nah di awal Desember itu muncul rumor bahwa seorang nasabah tidak bisa menjual saham dan menarik duitnya dari Bank of United States. Rumor menyebar dan orang-orang berkerumun ingin menarik simpanannya dari Bank of United States. Sampai harus didatangkan polisi untuk mengatur.

Orang yang mula-mula berkerumun cuma menarik sedikit, tapi makin banyak dan jumlah yang ditarik makin besar. Rumor menyebar ke seluruh New York. Rush di Bank of United States berlangsung besoknya dalam skala lebih besar lagi, hingga harus tutup lebih awal dari biasanya. Badan pengawas Bank pun diundang utk membantu. Harga saham Bank of United States jeblok dari $11,5 hingga tinggal $3.

Tapi sejak tanggal 11 Desember 1930 itu, Bank of United States tidak pernah lagi buka. Simpanan masyarakat yang ada tidak lagi bisa diambil. Sekalipun sudah diambil alih kendalinya oleh Badan Pengawas Bank, ternyata Federal Reserves tidak mau menyuntikkan dana. Bank of United States pun tutup. Kewajiban dan tagihan kreditnya nya diambil alih Pengawas Bank. Nasabah yang kalah cepat ambil tidak dapat apa-apa.

Dan para nasabah itu kalap. Mereka menarik duitnya dari SEMUA bank yang masih buka. Efek rush di bank menyebar ke seluruh Amerika. Dalam bulan Desember 1930 saja - ada 300 bank yang menyusul tutup setelah Bank of United States dibiarkan kolaps tanpa injeksi modal. Dan hingga sepanjang tahun 1930-an bank yang menyusul ambruk di seluruh Amerika mencapai.... SEMBILAN RIBU BANK...!

Banyak yang mempertanyakan mengapa Federal Reserves diam saja. Mengapa Bank of United States tidak ditolong dan dibiarkan tutup? Federal Reserves menganggap Bank of United States terlalu kecil untuk perlu ditolong, apalagi pemiliknya bermasalah dan petingginya dibui.

Federal Reserves menganggap Bank of United States sudah selayaknya dibiarkan tutup. Federal Reserves lupa aspek psikologis nasabah. Dan saat ratusan bank mengalami masalah - Federal Reserves sudah tidak sanggup lagi menangani. Alhasil gelombang rush tidak berhenti. Dan karena Bank of United States milik Yahudi imigran dan spekulatif - terdapat anggapan bank itu patut dihukum dengan dibiarkan tutup.

Milton Friedman menuliskan tentang kisah Bank of United States ini dalam bukunya bersama Anna Schwartz tentang Great Depression. Bertahun-tahun kemudian, saat Ben Bernanke menjadi petinggi Federal Reserves, ia mengundang Milton Friedman & Anna Schwartz untuk berterima kasih. Dan atas nama Federal Reserves, Ben Bernanke mengakui bahwa Friedman benar dan Federal Reserves melakukan kesalahan sangat besar di 1930. Ben Bernanke sebelum memimpin The Feds adalah ekonom yang dianggap paling mengerti tentang Great Depression.

Nah pelajaran dari kasus Bank of United States ini yang selalu diingat oleh setiap pejabat keuangan dunia dan Gubernur Bank Sentral.

Century Case 


Setelah membaca kisah “Great Depression” sebelumnya, maka sekarang saya bisa paham mengapa Boediono sebagai Gubernur Bank Sentral dan SMI sebagai Menkeu - sangat khawatir soal Century 2008.

Sementara anggota dewan kita menganggapnya sebagai bahan komoditas politik semata untuk dimainkan sesuai agenda mereka. Dan parlemen kita mengundang "ekonom" dan “nara sumber” untuk sebuah sandiwara dengar pendapat. Kasihan ekonom beneran tidak didengar.

Dan saya sendiri heran mendengar ada "ekonom" yang bilang keadaan tidak beresiko sistemik karena banknya relatif kecil. Apa mereka ketiduran waktu dulu kuliah Sejarah Ekonomi? Tapi saya dengar sih mata kuliah itu memang mulai berangsur dihapus.

Seberapa besar sih Rp. 6,7 Trilyun itu? setara dengan output ekonomi Indonesia selama 10 jam (tidak sampai 1/2 hari). Tapi sirkusnya bertahun-tahun.

Dan duit Rp. 6,7 Trilyun itu tidak hilang, masih ada wujudnya: Bank Mutiara yang sekarang beroperasi normal dan bukukan laba plus punya tax shelter. Beberapa waktu lalu sudah ada pihak swasta yang ingin membeli Bank Mutiara sebesar nilai bailout Rp. 6.7 Triliun. Tapi pemerintah menolaknya karena Bank Mutiara masih tersangkut masalah “politik” dan “hukum”.

Sementara itu perlu dicatat bahwa dugaan "aliran dana" untuk kampanye capres tertentu - ternyata juga tidak terbukti sebagaimana juga dikatakan oleh KPK. Padahal dugaan atau prasangka itu yang memicu permasalahan century di gulirkan pertama kali.

Saya cuma khawatir: Resiko mengalami bank kolaps itu PASTI akan selalu ada - selama kita punya bank. Memang tidak terhindarkan. Kalau bank sebesar Century sudah bikin repot ongkos politiknya, bagaimana kalau dimasa depan terjadi pada bank yang lebih besar lagi? Bisa habis kita. Tidak ada batasan sebesar apa sebuah bank yang pantas diselamatkan. Bukan ukurannya, tapi iklim ekonomi yang sedang berlangsung.

Di Amerika 1930, baru dilanda Market Crash. Di Indonesia 2008, cadangan devisa turun tajam, tingkat bunga naik, kurs rupiah jeblok dan pasar saham hard landing.

Animal Spirit

Hidup keuangan kita selalu terkait dengan"Animal Spirit". Ada kalanya kita sedemikian percaya - ada kalanya sedemikian tidak percaya. Coba kita lihat bagaimana orang bisa sedemikian percayanya sama bank: Berapa harta yang ada di dompet anda? Berapa yang ada tersimpan di bank? 

Orang menggotong uang berkarung-karung ke Bank untuk diserahkan dan ditukar dengan selembar kertas bernama Deposito. Apa tidak gila itu? Dan duit itu diserahkan bank ke orang lain (dalam bentuk kredit) ke orang yang anda tidak kenal sama sekali. Apa itu tidak gila?

Tetangga atau saudara minta pinjam saja belum tentu anda percayai - eh ini malah disetorkan ke orang yang tidak anda kenal sama sekali.

Tapi itu semua bisa berlangsung karena ada TRUST/kepercayaan yang luar biasa besarnya terhadap sistem keuangan. Dan itu bisa berubah.

Anda pergi ke ATM dan masukkan kartu. Senang melihat deretan angka bertambah. Tapi apa iya itu benar-benar duit kita? Sinyal elektronik itu? Gila!

Jadi jangan heran kalau tiba-tiba ada keadaan di mana kita bisa sedemikian pesimistis dan ingin menarik duit kita dari bank semuanya sekaligus. Dan itu pernah saya alami ditahun 1998 ketika dengan perasaan kuatir saya menarik seluruh simpanan dana di Bank Swasta dan mengalihkannya ke Bank BUMN.

Pada waktu itu saya juga mengalami kesulitan menarik sejumlah simpanan dollar di sebuah bank swasta. Uang tersebut sisa gaji sewaktu bertugas di Tokyo dan belum sempat saya rupiahkan. Tak besar jumlahnya, tapi saya harus bersitegang urat leher dengan CS bank tersebut. Masalahnya Bank tidak mau memberikan uang saya dalam bentuk dollar. Maunya dikembalikan dalam bentuk rupiah dengan nilai tukar yang ditentukan sendiri oleh bank, yang jauh lebih rendah dari nilaitukar riil saat itu.

Kalau kejadian itu terjadi di keramaian kota besar, kemudian saya teriak-teriak di depan bank menuntut uang saya dikembalikan, lalu ada media TV yang memberitakannya, maka besar kemungkinan akan banyak yang mulai ikut menarik uangnya dari bank tersebut. Apalagi jika waktu itu sedang terjadi krisis keuangan dunia, dimana banyak bank ditutup di berbagai negara.

Nah itu yang disebut "Animal Spirit" sistem keuangan. Dibahas pertama kali oleh JM Keynes, beberapa tahun lalu ditulis buku oleh Shiller & Akerlof. Selama bank masih ada dan manusia masih dihinggapi "animal spirit," positif maupun negatif - maka resiko perbankan selalu ada.

Kalau hari ini ada yang bermasalah seperti Century - masih bisa penyelamatan tanpa harus bail out/ ditutup. Berarti Animal Spirit sedang positif. Tapi kalau animal spirit sedang negatif - maka efek berantainya dari menutup bank bisa menyeret seluruh sistem masuk ke jurang.

FDIC / LPS

FDIC = Federal Deposit Insurance Corporation 

LPS = Lembaga Penjamin Simpanan

Dari peristiwa runtuhnya sistem perbankan tahun 1930 lah maka pemerintah Amerika mendirikan FDIC sebagai penjamin pinjaman masyarakat di bank.

Didirikan tahun 1933 dan mulai beroperasi sejak 1934. Sejak itu tidak pernah ada deposan bank di Amerika yang kehilangan duit di bank komersial.

FDIC hidup dari iuran yang dipungut dari setiap bank dan tabungan/deposito nasabah. Jadi sifatnya mirip koperasi + perusahaan asuransi.

Tujuannya? Agar tidak perlu ada talangan dana dari pemerintah, andaikan bank-bank mengalami kolaps dan simpanan nasabah perlu diganti.

Di Indonesia, lembaga seperti FDIC adalah LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dan cara kerjanya memang persis FDIC.

FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation) berbadan hukum PT sama seperti LPS.

Bank bermasalah akan diambil alih manajemennya oleh FDIC/LPS . Disuntik modal sampai sehat, terus di jual lagi kalau sudah sembuh.

FDIC/LPS juga punya wewenang khusus (sampai bisa membatalkan kontrak dengan pihak ketiga dan mengganti manajemen), untuk bisa jalankan tugas.

Memang tidak ada yang akan rela - tapi fokus kita kan dana masyarakat. Menghukum ex-pemilik bisa dilakukan kemudian.

Atas hal itu pula maka uang iuran yang ada di FDIC bukan duit pemerintah Amerika, karena didirikan justru supaya tidak perlu pakai duit pemerintah.

Dan saya rasa LPS pun demikian. Itu duit iuran bank dan nasabah - bukan lagi duit pemerintah, supaya duit pemerintah tidak perlu keluar.

Tapi logika itu dibalik-balik dalam kasus Century yang lalu. Pejabat LPS dijebak terus dengan pertanyaan aneh dan keliru. Pertanyaannya yang salah.

Dana yang ada di LPS/FDIC digunakan untuk apa kalau tidak ada bank yang harus ditolong? Di investasikan dalam bentuk surat hutang atau “bond” pemerintah. Karena duit FDIC/LPS disimpan dalam Bond pemerintah - maka berarti ikut membantu membiayai anggaran dan pembangunan.

Di tahun 2009 - FDIC menalangi 140 bank bermasalah. Di 2010 hingga 4 Juni 81 bank yang ditalangi. Apa iya karena pemiliknya nakal? Tentu tidak.

Bank-bank tadi kolaps dan ditalangi oleh FDIC karena memang ekonomi sedang jelek. Itu saja prinsip dasarnya.

Karena krisis Amerika sedemikian berat - ada kemungkinan FDIC akan kekurangan simpanannya, tapi FDIC bisa pinjam ke pemerintah Amerika.

Di jaman krisis 1998, di negate kita belum ada LPS dan berbagai perangkat hukum. Jadi terpaksa pakai BLBI untuk menalangi bank agar ekonomi tidak kolaps.

IMF – International Monetary Fund 

Di krisis 1998 - Bank Sentral tidak independen. Bank tidak wajib laporkan neraca, pinjaman luar negeri swasta tidak transparan. Serba kacau. 

IMF dulu mau membantu Indonesia dengan syarat-syarat: Bank Sentral jadi independen, Perbankan wajib lapor, Non Bujeter dihapus - semua ada dalam LOI (Letter of Intent).

Pemerintah dan kroni Suharto ngedumel, karena tidak bisa minjam seenak hati lagi. Tapi kalau tidak diikuti, IMF tidak mau bantu dan donor juga pergi. Apa yakin Suharto mau begitu saja menghapus dana non-bujeter (tidak perlu laporkan seluruh penerimaan dan belanja negara) kalau bukan karena terpaksa? Dana operasional Bulog itu dulu sifatnya non-bujeter, dan itu jadi mesin uang dan mesin politik Suharto dan kroni-nya. Mau berpisah dengan itu? Dan perbankan kita dulu bisa cuma modal nama dan saham kosong buat keluarga Cendana. Hidup dari pasar uang + kredit fiktif + di atas BMPK.

Jadi, LOI dengan IMF dulu itu juga ada nilai-nilai positifnya - yaitu merekonstruksi sistem keuangan dan perbankan kita agar bisa normal dan transparan. Memang ada syarat-syarat yang dinilai terlalu keras atau meleset, semisal soal rekomendasi penutupan 18 bank. Tapi memang sistem kita tidak normal.

Tapi politisi kita kan tidak pernah membahas soal hasil positif dari LOI IMF - padahal itu yang fundamental dalam normalisasi ekonomi kita. IMF dipakai jadi straw man - keranjang sampah semua unek-unek dan perasaan anti asing.Toh IMF tidak akan berkomentar balik ini. Dan memang manusia lebih mudah membenci sesuatu yang tidak dikenal - maka IMF (dan World Bank) dianggap sasaran ideal agar terasa nasionalis.

Bagaimana ekonomi dan keuangan Indonesia ke depan - saya jamin pasti masih akan ada resiko-resiko yang akan muncul. Sial saja kalau DPR kita masih sama.

Salah satu rekomendasi IMF adalah tidak boleh lagi memberikan subsidi kepada IPTN. Kasian sebenarnya. Tapi IPTN memang tidak sustainable. Financingnya via beras ketan. Saya dulu pernah ngobrol dengan beberapa teman ex-IPTN. IPTN memang sudah kacau dari dalam. Banyak mismanajemen.

Tidak ada yang memikirkan financingnya. Jual/beli pesawat kayak jual kue. Astra saja kalau bikin mobil selalu memikirkan aspek financingnya dengan kerja sama multi finance dan bank. Tidak bikin mobil kalau tidak yakin financingnya. Saya pernah membaca pembahasan tentang Boeing - skema financingnya luas dan kompleks sekali. Bikin pesawat itu mahal dan yang beli pun hati-hati dengan barang mahal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar