Kamis, 07 Februari 2013

REFORMASI Jilid-2


Apa yang terjadi di negeri kita sekarang adalah bagian dari proses kehidupan berbangsa dan bernegara yang memang harus dilalui. Hampir semua bangsa di dunia melalui periode pasang-surut sebelum menjadi bangsa besar. Atau sebaliknya malah lenyap dari muka bumi. Setiap bangsa mempunyai periode masa kelamnya sendiri. Kita hadapi saja dengan optimisme Kartini: “habis gelap terbitlah terang.”

Dan lagi, menurut penilaian saya, negara kita tidaklah jelek-jelek amat. Perekonomian kita berada di jajaran 20 besar dunia (peringkat 16) dengan pertumbuhan tertinggi No.2 didunia. Kalangan menengah tumbuh pesat, mereka memenuhi pusat perbelanjaan, hiburan dan parawisata. Di malam tahun baru kemarin, kalau ingin merayakan pesta tahun baru ala Jokowi di jalanan Jakarta, cobalah pesan hotel di area segitiga emas. Luar biasa, semua hotel dikawasan itu fuulbooked. Pusat perbelanjaan penuh sesak. Airport Cengkareng sudah seperti pasar senggol. Tidak lagi leluasa bergerak. Tidakkah itu secara kasat mata memperlihatkan tanda-tanda bahwa perekonomian tengah membaik?

Sudah tentu masih banyak warga yang belum menikmatinya. Kita tidak buta dan bisa melihatnya disekitar kita. Dan media massa terutama televisi sangat membantu kita untuk memahaminya. Hampir setiap hari mereka menyuguhi kita hanya tentang sisi buruk negeri ini (bad news is good news). Kita sadari bahwa sebagian saudara kita masih hidup miskin, Kepada mereka itulah pemerintah seharusnya fokus. Supaya mereka bisa memperoleh pangan, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang baik sehingga punya kemampuan untuk memperbaiki diri dan mengangkat taraf kehidupannya sendiri.

Tapi kita juga harus jujur menilai, bahwa semua parameter menunjukan bahwa kita sudah lebih baik dari sebelumnya. Dan sudah tentu kita tak dapat menjadikan diri sendiri sebagai tolok ukur. Kalau bisnis sendiri tak berjalan baik, tidak dengan sendirinya berarti pemerintah telah gagal dan perekonomian nasional tengah terpuruk.

Tapi saya setuju dengan pebdapat bahwa reformasi kita sepertinya menemukan jalan buntu. Sementara disisi lain malah kebablasan. Sistem rekruitmen kepemimpinan ternyata tak berjalan sesuai harapan. Putera-puteri terbaik bangsa terhambat peluangnya. Sistem seleksi cenderung memenangkan kalangan oportunis, mereka yang memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan diri dan kelompoknya sendiri. Mungkin sistem itu yang harus dikoreksi atau disempurnakan. Tampaknya negeri ini masih memerlukan Reformasi jilid-2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar