Rabu, 06 Februari 2013

The Science of Getting Rich


Pernah dengar buku klasik "The Science of Getting Rich"? Menurut buku itu, jadi kaya itu ada langkah-langkahnya yang "ilmiah."

Lingkungan ekonomi yang kondusif, mempengaruhi mudah-tidaknya seseorang jadi kaya. Negara dengan pertumbuhan ekonomi yang baik seperti Indonesia, pasti mempermudah orang-orang yang mau jadi kaya.

Dulu, ada yang percaya bahwa "teologi" seseorang mempengaruhi motivasinya untuk jadi kaya. Teori Max Weber tentang etos Protestan.. Tapi, teori Weber itu sudah kurang relevan saat ini. Sekarang lingkungan yang kondusif jauh lebih penting ketimbang "etos."

Kalau kita telaah ke belakang, jalan menuju kekayaan biasanya dua: kekuasaan dan tanah. Inilah ciri zaman feodal dulu. Di zaman feodal, kesempatan menjadi kaya hanya terbatas pada kelas sosial tertentu. Kelas penguasa dan bangsawan.

Sekarang, jalan menuju kaya lebih "demokratis", tak dimonopoli oleh penguasa atau pemilik tanah saja. Industri dan perdagangan memberikan jalan kekayaan yang lebih beragam kepada manusia modern pasca era feodalisme. Jalan menuju kekayaan juga bisa ditempuh melalui "pengetahuan". Sekarang, sektor inilah yang justru paling berperan penting.

Saya tidak setuju dengan sosialisme atau neo-sosialisme. Jalan kemakmuran bangsa-bangsa modern yang terlihat jelas saat ini adalah kapitalisme. Sejak kapitalisme klasik dijaman pra mesin uap, kapitalisme terus berevolusi. Kapitalisme semakin membuka ruang untuk kepentingan mayoritas dan semakin eco-friendly. Kapitalisme mutakhir yang berbasis teknologi digital saya kira makin mempermudah jalan orang-orang yang mau jadi kaya.

Fenomena menarik dalam kapitalisme modern: produksi barang secara massal, sehingga harga satuannya murah. Harga terjangkau. Sekarang bukan saja barang diproduksi secara massal. Tetapi juga di-kustomisasi, dibuat begitu rupa sehingga sesuai dengan selera spesifik konsumen.

Ada yang berpendapat bahwa kapitalis menyebabkan timbulnya kesenjangan. 10% orang menguasai 90% kekayaan yang ada. Sebenarnya setiap negara kapitalis punya pola distribusi kekayaan (wealth distribution) yang berbeda-beda. Biasanya diukur dengan “ indeks gini.”

Kesenjangan sudah terjadi sejak zaman feodal. Kalau tak mau kesenjangan, ikuti sosialisme. Atau lebih radikal lagi komunisme. Tak ada kesenjangan karena tak ada pertumbuhan. Walau secara diam-diam, di negara sosialis atau komunis, kelompok elit tetap saja menikmati hak istimewa (privilege) .

Bagaimana dengan ekonomi kerakyatan yang di dengung-dengungkan di negara kita? Masih belum jelas bentuknya. Lebih banyak dipakai sebagai slogan politik untuk menarik simpati rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar