Selasa, 12 Februari 2013

LARANGAN GEMBROT


Memperhatikan dengan seksama foto teman-teman belakangan ini, terlihat penampilan yang lebih “makmur” dibanding sebelumnya. Jadi teringat bacaan saya beberapa waktu lalu.

Statistik tepi jalan Tokyo: hanya 2% orang yang lewat berperut buncit, jauh lebih sedikit dari di Jakarta. Mereka lebih banyak makan ikan dibanding daging sapi.

Di jaman pra-Meiji, orang Jepang bahkan tak mau makan sapi; hanya ikan. Supaya kayak "Barat", pemerintah bikin dekrit hari-hari makan sapi.

Cuma 3.6 % orang Jepang "gembrot' (obese) menurut standar internasional. Di AS, 32% orang masuk kaum "gembrot".

Sejak 2009, undang-undang Jepang melarang orang gembrot. Lingkar perut pria yang berusia di atas 40 tak boleh lebih 80 cm, wanita 90 cm.

Jepang cemas melihat naiknya angka orang gembrot 3 x lipat sejak 1962 ke 2002, menurut data Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition. Yang lebih mencemaskan: anak Jepang juga bertambah gembrot. Ini akan membuat bangsa yang banyak penyakitnya dan membebani pengobatan.

Jelas sebabnya: orang Jepang meniru makanan Barat yang sarat lemak dan gula. Fast food dengan daging sapi dll mempermudah penggembrotan.

Saya lihat tendensi penggembrotan jelas di kota-kota besar Indonesia, sejak anak-anak. Banyak orang berusia belum 40 kena serangan jantung. Tapi saya tak yakin akan ada undang-undang melarang gembrot di sini. Sebabnya? Baik pihak eksekutif maupun legislatif dan tokoh-tokoh parpol banyak yang akan terkena.

Menurut statistik dari The Economist, orang Jepang makan daging sapi 8,7 kg, jadi 4x lipat konsumsi kita yang sekitar 2.1 kg. Orang Jepang, secara per kapita per tahun makan 20,2 kg daging babi serta 17,3 kg daging unggas. Para pesumo pasti lebih dari itu.

Daging memang kian banyak dikonsumsi di Jepang, tapi ikan kan tetap. Konsumsi ikan memang yang paling besar, dari data FAO konsumsi ikan dan hewan laut bercangkang Jepang: 69 kg/kapita/tahun. Indonesia angkanya 18 kg. Padahal, sama seperti Jepang, kita adalah negara bahari. Seharusnya ikan menjadi konsumsi utama masyarakat kita.

Kalau dari berbagai sumber protein (daging dan ikan) kita kalah dari Jepang, lantas apa saja yang kita jejalkan ke dalam perut sehingga rata-rata orang kita lebih buncit dibanding orang Jepang?

Mungkin kebanyakan nasi dan mie instan. Pada kedua makanan itu konsumsi orang Indonesia masuk 10 besar dunia. Selain jago makan nasi dan mie instan, kita juga pelahap gorengan. Dulu pernah ada riset mengenai foods consumption di Indonesia. No 1 gorengan, disusul jauh dibawahnya tumis. Tidak heran ketergantungan kita pada minyak goreng sangat tinggi.

Saya amati dari orang-orang di sekitar, mereka punya kebiasaan makan karbohidrat dengan sedikit protein. Katanya biar kenyang. Di lapangan populer dengan sebutan hidangan porsi kuli: nasi
segunung dengan lauk yang kurang mumpuni. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar