Rabu, 06 Februari 2013

PERNIKAHAN


Di Indonesia sangat jarang orang menikah tanpa pesta. Orang Indonesia social pressure-nya kuat. Pernikahan tanpa resepsi biasa disamarkan dengan istilah "Menikah Tamasya." Padahal arti sebenarnya: "Pernikahan Tanpa Resepsi."

Kalau dulu menghadiri pesta kita bawa kado, biasanya barang pecah belah kebutuhan rumah tangga. Ribet setelah pestanya. Harus sewa truk untuk membawa pulang seluruh bingkisan kado. Lalu ada persoalan sendiri menempatkannya di rumah. Belum lagi ketika barang-barang tertentu seperti gelas atau piring yang diterima jauh melebihi kebutuhan. Pada waktu itu berkembang bisnis yang spesialisinya membeli barang-barang eks kado.

Kemudian ada ide mencantumkan tulisan: “Dengan tidak mengurangi rasa hormat, akan lebih bermanfaat seandainya ungkapan kasih yang diberikan tidak berupa cendera mata/karangan bunga.” Tentu maksudnya: Cash is King...!. Masalah bingkisan kado terselesaikan dan uang jelas lebih memberi kebebasan membelanjakan sesuai kebutuhan.

Jadi ingin tau: hasil angpau kawinan se-Indonesia itu impas atau tekor? Kayaknya sih tekor. Kalau anak pejabat mungkin bisa surplus, karena angpau seringkali bentuk lain dari setoran.

Di Jepang lain lagi. Seorang teman saya orang jepang, sewaktu akan menikah mengirim undangan melalui faxcimile (waktu itu email belum populer). Dia mengundang saya untuk merayakan pernikahannya di sebuah restoran. Tak lupa di sebutkan bahwa uang iuran 10 ribu yen perorang dan mohon konfirmasi kehadiran. Enak sekali. Pesta tanpa modal, bahkan masih bisa untung. Rupanya orang Jepang sudah serba praktis sekarang. Mereka menikah secara agama di kuil, dihadiri hanya oleh keluarga dekat. Setelah itu mereka menjamu keluarga dan teman-teman di restoran. Tidak sekaligus. Dipisah antara keluarga dan teman. Kalau jumlah temannya banyak, masih dipisah lagi dalam beberapa kesempatan. Praktis sekali. Bisakah kita meniru cara praktis masyarakat Jepang ini?. Supaya pesta pernikahan tidak terlalu membebani atau malah jadi ajang pamer kekayaan. Sudah saatnya kita tak terbebani social pressure seperti itu. Dan lagi uang ratusan juta yang dihamburlan untuk pesta bisa diberikan kepada pasangan penganten untuk dibelikan rumah. Supaya mereka bisa memulai hidup baru tanpa beban sewa atau cicilan kredit rumah. Hanya sebuah gagasan di minggu pagi yang tak menjanjikan, entah akan panas atau hujan siang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar