Senin, 15 Juli 2013

Rasa Takut & Harapan


Rasa takut tak boleh menjadi penghalang perubahan, apalagi takut berlebihan. Ia hanya merupakan excuse belaka. Elite yang terus menakut-nakuti warganya akan menerima kepahitan karena tidak meggerakkan mimpi-mimpi indah bangsanya. Mereka hanya memberi mimpi-mimpi buruk. Pembuktian kepemimpinan hanya tampak pada saat keputusan berat diambil: apakah mereka menyuarakan ketakutan atau harapan.

Semakin hari politik kita semakin melenceng dari kebutuhan kita sebagai warganegara. Mereka lebih banyak menyuarakan ketakutan berlebihan. Ketimbang keberanian menghadapi perubahan. Pemimpin-pemimpin dan elit politik menjual ketakutan demi interest pribadinya. Akibatnya subsidi BBM hanya jadi mainan seperti ayunan anak-anak, yang merugikan kita semua: bolak-balik tanpa keputusan. Sementara kelompok-kelompok kepentingan itu senang menakut-nakuti rakyat kecil yang kuang mengerti cara kerja ilmu ekonomi.

Selain politisi, juga semakin banyak akademisi yang sangat reaktif dan terlalu cepat menyimpulkan, juga tertular penyakit "living in fear." Segala yang baik begitu mudah dihujat, tanpa menunggu hasil akhirnya, tanpa membaca secara utuh konsepnya. Misalnya tentang Kurikulum 2013.

Ayo jauhkan pikiran sinis yang berlebihan. Bangsa ini lebih butuh hope ketimbang fear, harapan jauh lebih indah daripada ketakutan yang membohongi. Manusia butuh Iman kepada Tuhan YME, saling menolong dan mengasihi, tetapi juga harapan. Tanpa hope Indonesia tak akan kemana-mana. Jauhkan fanatisme aliran politikmu, buka wacana saling menolong, berikan hope kepada kaum miskin. Bahwa mereka juga punya masa depan seperti sebagian dari kita yang dulu juga miskin dan bodoh, tak naik kelas dan tak punya apa-apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar