Senin, 15 Juli 2013

Pencucian Uang (Money Laundering)


Sesungguhnya Money Laundering (ML) sebagai salah satu jenis kejahatan kerah putih (white collar crime) sudah ada sejak tahun 1967. Pada saat itu, Henry Every, dalam perompakan terakhirnya, merompak kapal Portugis yang memuat berlian senilai £325.000 poundsterling. Hasil harta rompakan yang bernilai ( Rp5.671.250.000) tersebut kemudian dibagi bersama anak buahnya. Bagian rompakan Henry Every kemudian ditanamkan pada transaksi perdagangan berlian. Perusahaan berlian tersebut merupakan perusahaan pencucian uang milik perompak lain di darat.

Namun istilah money laundering baru muncul ketika Al Capone, pada tahun 1920-an, memulai bisnis Laundromats (tempat cuci pakaian otomatis). Bisnis ini dipilih karena menggunakan uang tunai yang dapat mempercepat proses pencucian uang yang terlihat sebagai uang halal. Uang ini sesungguhnya mereka peroleh dari hasil pemerasan, pelacuran, perjudian, dan penyelundupan minuman keras. Kendati demikian, Al Capone tidak dituntut dan dihukum atas kejahatan ML melainkan dituntut karena kejahatan penggelapan pajak.

Selain Al Capone, ada juga Meyer Lansky, mafia yang menghasilkan uang dari kegiatan perjudian. Mayer menutupi bisnis ilegalnya itu dengan mendirikan bisnis hotel, lapangan golf dan perusahaan pengemasan daging. Uang hasil bisnis illegal Mayer dikirim ke beberapa bank di Swiss yang sangat mengutamakan kerahasian nasabah untuk didepositokan. Deposito ini kemudian Mayer gunakan untuk mendapatkan pinjaman dalam rangka membangun bisnis legalnya. Berbeda dengan Al Capone, Meyer justru terbebas dari tuntutan melakukan penggelapan pajak, termasuk pencucian uang yang dilakukannya.

Pada tahun 1980-an, jutaan uang hasil tindak kejahatan masuk dalam bisnis legal dan usaha-usaha ekonomi lain. Bahkan praktek money laundering tidak lagi sesederhana seperti yang dilakukan Al Capone atau Meyer Lansky.

Pengakuan dari seorang mafia obat bius, Franklin Jurador tentang pemindahtanganan uang hasil kejahatan ke bisnis legal dalam berbagai transaksi, antara lain jual beli fiktif asset atau penitipan fiktif untuk keperluan investasi. Pemindahtangan ini melibatkan banyak pihak, tidak hanya secara domestik - juga antar negara, dengan transaksi yang lebih rumit.

Bahkan berkembangnya transaksi money laundering juga didukung fasilitas financial dunia perbankan. Seperti layanan nomor rekening istimewa atau nostro account yang diberikan bank-bank Swiss sejak tahun 1930-an. Layanan ini mengidentifikasi nasabah dengan nomor sandi yang digunakan untuk transaksi sehingga bank tidak mengetahui siapa nasabah dan pihak yang menjadi lawan transaksi. Beberapa bank di kawasan lepas pantai juga menyediakan fasilitas transfer uang antar negara, termasuk manajemen pengelolaan dana dan perlindungan asset yang mempermudah kegiatan pencucian uang.

Perkembangan kejahatan kerah putih ini menimbulkan kekhawatiran internasional karena dapat mengganggu stabilitas perekonomian. Telah terjadi perputaran dana dalam jumlah sangat besar yang dilakukan secara cepat dari satu tempat ke tempat lain. Bahkan dari satu atau lebih negara ke satu atau lebih negara lain.

Karena itu maka masalah money laundering mulai menjadi perhatian banyak pihak. Selanjutnya dibentuk beberapa peraturan perundang-undangan baik yang bersifat internasional maupun nasional : Amerika Serikat memiliki berbagai macam peraturan perundang-undangan seperti The Bank Secrecy Act (1970); Money Laundering Central Act. (1986), The Annunzio Wylie Act. dan Money Laundering Suppression Act. (1994).

Dalam Bank Secrecy Act, terdapat kewajiban lembaga keuangan untuk melaporkan setiap transaksi alat pembayaran yang melebihi $10,000 kepada Internal Revenue Service yang dikenal dengan nama Currency Transaction Report (CTR). Termasuk juga di dalamnya Foreign Transactions Reporting Act yang memperbesar jumlah informasi keuangan.

Dalam Money Laundering Central Act (MLCA) diatur adanya unsur yang harus dipenuhi untuk mengkategorikan Tindak Pidana Pencucian Uang yakni : a. terdapat transaksi finansial atau perpindahan internasional; dan b. terdapat kegiatan melanggar hukum tertentu.

Swiss memiliki The Money Laundering Act (1998), Thailand memiliki The Money Laundering Prevention and Suppresion Act (1999), 40. Spanyol memiliki The Money Laundering Law (1993). Sementara untuk negara Italia, Inggris, Jerman dan Perancis memiliki Penal Code yang mengatur ketentuan anti money laundering.

Pada tahun 1988, UN Drugs Convention ditandatangani 106 negara. Dan Indonesia menjadi salah satu negara anggota yang kemudian baru meratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 1997. UU No. 7 ini tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika.

Pada tahun 1989 dan 1990 negara-negara yang tergabung dalam Group 7 melahirkan The Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). FATF bertujuan mendorong Negara-negara agar menyusun peraturan perundang-undangan untuk mencegah mengalirnya uang hasil perdagangan narkotik baik melalui bank maupun lembaga keuangan bukan bank.

Pada bulan April 1990, FATF memperluas pesertanya mencakup pusat keuangan 15 negara. FATF mengeluarkan rekomendasi yang paralel dengan UN Drug Convention. Rekomendasi FATF itu, negara-negara menciptakan peraturan perundang-undangan yang mengawasi money laundering.

Sekian dulu perkenalan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang belakangan ini mulai digunakan KPK untuk menuntut beberapa pelaku tindak pidana korupsi. Dalam kasus TPPU, tersangka diharuskan membuktikan (pembuktian terbalik) asal muasal kekayaan miliknya. Beraat bro. Kita lanjutkan nanti.

1 komentar: