Senin, 15 Juli 2013

KEMARAHAN


Salah satu perbedaan besar antara otak laki-laki dan perempuan adalah dalam memroses rasa marah. Laki-laki dan perempuan secara kuantitas merasakan jumlah marah yang sama, tapi kualitas pengungkapan kemarahan dan agresi pada laki-laki jelas lebih hebat.

Amyangdala adalah pusat otak untuk rasa takut, kemarahan, dan agresi. Secara fisik, ukuran amyangdala laki-laki lebih besar dari pada perempuan. Sebaliknya, pusat kendali yang menekan ekspresi rasa marah, ketakutan dan agresi (prefrontal cortex) pada perempuan lebih besar dari pada laki-laki.

Karena itu, rasa marah lebih gampang dibangkitkan pada laki-laki. Sumbu “dinamit kemarahan" laki-laki lebih pendek ketimbang perempuan. Mudah meledak. Amyangdala laki-laki juga mempunyai lebih banyak reseptor testosteron yang merangsang dan meningkatkan respon terhadap rasa marah, terutama saat pubertas. Pada perempuan yang mendapatkan terapi pemberian testosteron, mereka merasa bahwa respon rasa marah mereka mendadak menjadi lebih cepat.

Ketika laki-laki beranjak dewasa dan tua, testosteron berkurang. Selain itu kepekaan amyangdala juga turun, korteks prefrontal lebih mengambil kendali. Karena itu, seiring bertambahnya usia seorang laki-laki pada umumnya akan lebih tidak gampang untuk marah, kendali kemarahan makin menguat.

Hubungan perempuan dangan rasa marah lebih secara tidak langsung, hal ini terutama dikarenakan oleh struktur sirkuit kemarahan pada perempuan. Jika seorang perempuan menggigit bibirnya untuk menahan marah, ini bukan karena faktor didikan, ini lebih diakibatkan struktur otak perempuan.

Bahkan di saat seorang perempuan ingin mengungkapkan rasa marah pada saat itu juga seringkali sirkuit-sirkuit otaknya berusaha membajak respon itu. Pembajakannya dengan cara: sirkuit otak perempuan mengajak untuk menimbang dulu respon marah itu, didasari rasa takut dan antisipasi pembalasan.

Selain itu, otak perempuan sangat menghindari konflik karena takut akan membuat orang lain marah dan takut kehilangan hubungan dengan orang lain. Pada otak perempuan yang menahan marah, terjadi perubahan mendadak beberapa neurotransmiter: serotonin, dopamin, dan norepinefrin.

Keadaan ini sangat tidak nyaman, sebagai tanggapan maka otak perempuan mengembangkan satu langkah tambahan dalam menghindari konflik dan rasa marah. Langkah tersebut dengan mengembangkan serangkaian sirkuit untuk membajak emosi dan mempertimbangkan rasa marah, sirkuit ini tidak ada pada kebanyakan laki-laki.

Terdapat area-area superbesar di otak perempuan dalam mempertimbangkan kemarahan, mencerna dan melunakkan rasa marah itu sebelum diekspresikan. Area-area superbesar di otak perempuan itu ada pada prefrontal cortex dan anterior cingulate cortex. Kedua area ini melumerkan ekspresi marah.

Secara evolusi, perempuan mengaktifkan area-area itu lebih karena antisipasi resiko kehilangan dan resiko rasa lebih sakit yang bisa timbul. Di alam liar sepanjang evolusi, kehilangan hubungan dengan sosok laki-laki penyedia kebutuhan berarti kiamat bagi individu perempuan dan anak-anaknya.

Kehati-hatian dalam menahan marah bisa juga menyelamatkan si perempuan dari pembalasan dendam kaum laki-laki yang secara biologis memang mudah marah. Kalau perempuan tidak mudah hilang kesabaran, kemungkinan akan membangkitkan respon yang ekstrem dari seorang laki-laki pemarah akan lebih kecil.

Dari hasil riset neurosains, bila konflik atau pertengkaran pecah pada suatu permainan, anak-anak perempuan biasanya memutuskan berhenti bermain. Anak-anak perempuan menghentikan permainan saat terjadi konflik atau pertengkaran untukuk menghindari saling bentak. Otak mereka dirancang begitu.

Sebaliknya, bila ada konflik anak laki-laki biasanya terus bermain dengan semangat. Mereka berebut posisi, bersaing dan berdebat siapa yang berhak jadi boss.

Tapi hati-hati, perempuan yang habis kesabaran (karena dikhianati pasangan atau anaknya dalam bahaya) kemarahannya bisa langsung meledak hebat. Perempuan tidak selalu merasakan "ledakan awal" kemarahan secara langsung dari amyangdala, seperti apa yang dirasakan laki-laki. Bahkan laki-laki sering kali tidak bisa mengerti mengapa perempuan tidak marah pada situasi yang akan membuat laki-laki naik pitam mencak-mencak nggak jelas.

Otak perempuan mempunyai kecenderungan berbicara dengan orang lain bila mereka marah kepada “orang ke tiga", laki-laki curhat memang hal yang langka.

Meski seorang perempuan lebih lambat bertindak secara fisik saat marah, tapi sirkuit-sirkuit verbal di otaknya lebih mudah merespon kemarahan. Bila diaktifkan rasa marah, sirkuit-sirkuit verbal otak perempuan membuat keluarnya cerocosan kata-kata amarah yang tidak mungkin ditandingi laki-laki manapun.

Biasanya, laki-laki mengucapkan kata-kata lebih sedikit dan memiliki kemampuan verbal lebih rendah dari perempuan pada saat marah. Jadi ya sangat wajar kalau laki-laki kemungkinan besar akan kalah dalam adu mulut berhadapan dengan perempuan yang sedang marah. Sirkuit otak laki-laki akan kembali ke cara fisik untuk ekspresi kemarahannya, frustasi karena tidak bisa menggunakan verbalnya. Nyiram air misalnya.

Masalah pada setiap pasangan sering terletak pada sirkuit otak laki-laki yang cenderung dan cepat mendorongnya mengeluarkan reaksi marah dan agresif. Sebaliknya, si perempuan merasa ketakutan lalu menutup diri. Struktur otak purba memberitahu si perempuan bahwa keadan sedang bahaya. Tapi otak purba perempuan juga mengantisipasi bahwa kalau melarikan diri dia akan kehilangan pemberi nafkah dan pembela dirinya dan anak-anaknya.

Kalau sekarang pasangan tetap terkurung dalam konflik jaman batu ini, maka tidak ada peluang menemukan pemecahan dalam pertengkaran. Memahami perbedaan berbagai sirkuit emosi marah otak laki-laki dan sirkuit keselamatan otak perempuan, bisa sangat membantu mencari solusi konflik.



Memahami cara kerja otak dalam proses marah, bisa membantu kita mengendalikan kemarahan. Jadi, kendalikan marahmu. Apalagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan, waktunya memenjarakan kemarahan. … J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar