Kamis, 24 Januari 2013

LIBERAL



Kita tak mungkin menolak pemikiran seseorang tanpa memahami latar belakangnya. Mari kita coba pahami pemikiran liberalisme agar bisa proporsional dalam menilai.

Secara umum Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.

Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.

Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas

Pokok-pokok Liberalisme

Ada tiga hal yang mendasar dari Ideolog Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:

§ Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik,sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.

§ Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu. ( Treat the Others Reason Equally.)

§ Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat. (Government by the Consent of The People or The Governed)

§ Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.

§ Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual)

§ Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.

§ Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.

---

Sejarah liberalisme dimulai sebagai reaksi atas hegemoni kaum feodal pada abad pertengahan di Eropa. Sebagaimana diketahui, Pada tahun 325 M, Imperium Romawi mulai memeluk agama Kristen. Pada saat yang sama, sistem politik yang dianut oleh penguasa untuk memerintah rakyatnya ketika itu adalah feodalisme; sistem otoriter yang zalim, menekan dan memasung kebebasan masyarakat. Sistem feodal berada pada puncaknya di abad ke-9 Masehi ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan dan hilangnya pemerintahan pusat. Kaum feodal terbagi menjadi tiga unsur ketika itu; (1) intitusi gereja, (2) kaum bangsawan dan (3) para raja. Semuanya memperlakukan rakyat yang bermata pencaharian sebagai petani dengan otoriter, zalim dan sewenang-wenang.

Kehidupan beragama dibawah institusi gereja juga sarat dengan penyimpangan. Tersebarnya peribadatan yang tidak memiliki landasan dalam kitab suci dan merebaknya surat pengampunan dosa adalah diantaranya. Pendapat-pendapat tokoh agama pun bersifat absolut dan tidak boleh digugat.

Kesadaran masyarakat Eropa yang ingin bebas dari segala bentuk tekanan itu mengharuskan mereka untuk melakukan tranformasi pemikiran. Diantara proses transformasi pemikiran ini adalah reformasi agama. Pada akhir abad ke-15, muncul seorang tokoh Gereja asal Jerman bernama Martin Luther (w 1546), kemudian diikuti oleh John Calvin (w 1564), lalu John Nouks (w 1572). Mereka melakukan perlawanan terhadap Gereja Katolik yang kemudian mereka beri nama Protestan.

Gerakan reformasi agama yang dilakukan oleh Luther ini memiliki pengaruh besar dalam sejarah liberalisme selanjutnya. Rumusan pemikiran Luther dapat disimpulkan menjadi beberapa poin berikut:

1. Otoritas agama satu-satunya adalah teks-teks Bible dan bukan pendapat tokoh-tokoh agama.

2. Pengingkaran terhadap sistem kepausan gereja yang berposisi sebagai khalifah almasih.

3. Menegasikan keyakinan pengampunan atau tidak diampuni (dari institusi gereja).

4. Ajakan kepada liberalisasi pemikiran, keluar dari tirani tokoh agama dan monopoli mereka dalam memahami kitab suci, klaim rahasia suci serta pengabaian peran akal atas nama agama.

Gerakan ini disebut sebagai gerakan liberal karena ia bersandar kepada kebebasan berfikir dan rasionalisme dalam menafsirkan teks-teks agama.

Perlawanan terhadap gereja dan feodalisme terus berlanjut di Eropa. Runtuhnya feodalisme menutup abad pertengahan dan abad selanjutnya disebut dengan abad pencerahan (enlightment). Beberapa tokoh pemikiran muncul. Di Perancis, Jean Jacues Rousseau (w 1778) dan Voltaire (w 1778) adalah diantara pemikir yang perannya sangat berpengaruh. Karya-karya mereka berdua menjadi inspirasi gerakan politik Revolusi Perancis pada tahun 1789, puncak dari perlawanan terhadap hegemoni feodal.

Namun, gerakan yang tadinya sebagai reformasi agama, pada perkembangan selanjutnya perlawanan terhadap gereja mengarah kepada atheisme. Para pemikir dan filusuf Perancis rata-rata adalah para atheis yang tidak mengakui keberadaan agama. Sejarah panjang agama Kristen dari sejak penyimpangan dan perubahan ajaran hingga perang agama yang meletus akibat reformasi Luther memunculkan kejenuhan yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap agama. Kebebasan rasional (akal) secara mutlak akhirnya menjadi ciri utama dari gerakan ini.

Pengagungan terhadap akal semakin nampak pada waktu-waktu revolusi. Mereka mengangkatnya dan mempertuhankannya. Sebagian mereka bahkan mengatakan bahwa ini adalah penyembahan terhadap akal. Para tokoh revolusi mengajak orang-orang untuk meninggalkan agama, mereka memutuskan hubungan Perancis dengan Vatikan. Dan pada tanggal 24 November 1793 M, mereka menutup gereja-gereja di Paris, merubah sekitar 2400 fungsi gereja menjadi markas-markas rasionalisme dan untuk pertama kalinya digagas soal kebebasan kaum wanita.

Intinya, titik tolak liberalisme berangkat dari perlawanan terhadap penguasa absolut raja dan institusi gereja yang mengekang kebebasan masyarakat.

---

Dari gambaran liberalisme dalam 2 kajian sebelumnya, dapat dibedakan antara liberalisme negara dengan liberalisme agama. Liberalisme negara yang kemudian melahirkan sistem demokrasi seperti yang kita kenal sekarang. AS yang baru saja melaksanakan pilpres merupakan salah satu contoh negara demokrasi utama dunia. Negara kita merupakan contoh lain yang diakui dunia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim paling demokrasi di dunia. Tapi istilah demokrasi, karena terdengar bagus di telinga, juga dipakai oleh beberapa negara komunis untuk menyebut negaranya sendiri.

Demokrasi, walau menjunjung kebebasan individu, bukannya tanpa batasan sama sekali. Kebebasan individu dibatasi oleh aturan-aturan yang di buat dan disyahkan oleh kelompok mayoritas. Kebebasan individu berakhir ketika berhadapan dengan mayoritas.

Contoh paling bagus adalah tentang di setujuinya perkawinan pasangan sejenis di dua negara bagian di AS. Ketentuan itu diberlakukan karena disetujui oleh mayoritas penduduk disana. Sementara aturan yang sama tidak berlaku di negara bagian lain karena di tolak oleh mayoritas. Di Indonesia kemungkinan besar aturan itu juga tidak bisa diterima. Apakah kita kurang demokrasi sehingga tidak menghargai kebebasan individu? Bukan. Alasannya adalah karena sudah hampir di pastikan mayoritas rakyat akan menolaknya. Sederhana sebenarnya, kecuali jika mau dirumitkan.

Jadi kalau ada yang menuding Indonesia sebagai negara yang condong ke paham liberal, sebenarnya boleh-boleh saja. Sepanjang di pahami bahwa paham liberal itu sebagai akar dari demokrasi, dimana kebebasan individu dihargai sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan mayoritas.

Mengenai perekonomian kapitalis yang dituding sebagai ekonomi liberal juga tidak perlu di permasalahkan. Setiap individu diberi kebebasan untuk berusaha dan berupaya menjadi kaya, sepanjang tidak menabrak rambu-rambu. Bukankah dengan semakin banyak pengusaha kaya dinegeri ini akan membuka lebih banyak kesempatan kerja? Bukanlah banyak manfaatnya jika negara bisa menerima pajak dalam jumlah mencukupi dari kalangan berduit untuk nantinya di manfaatkan untuk kepentingan rakyat banyak, terutama kalangan miskin? Tentu saja jika semua itu di kelola dengan baik oleh pemimpin yang amanah.

Belakangan ini santer disebut-sebut mengenai ekonomi kerakyatan. Tapi tidak terlalu jelas definisinya untuk bisa dibedakan dengan ekonomi komunisme. Lebih terasa kental muatan politis dibandingkan niat baiknya. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar