Kamis, 24 Januari 2013

KEBEBASAN



Di warung Padang, kita disuguhi bermacam-macam jenis makanan di piring kecil. Kita bebas memilih yang kita suka. Itulah kebebasan. Tentu saja kita harus bayar makanan apapun yang kita pilih di meja warung Padang itu. Setiap pilihan harus ada 'harga'-nya. Yang berpikir bahwa kebebasan adalah bebas sepenuhnya, berarti tak mengerti soal kebebasan.

Kebebasan bekerja dalam ruang yang terbatas. Karena itu kebebasan akan selalu dibatasi, minimal dibatasi oleh kebebasan orang lain. Yang disebut 'kebebasan' adalah seseorang bebas ambil keputusan setelah menghitung semua keterbatasan yang ada. Kebebasan berarti seseorang ambil keputusan tanpa dipaksa oleh pihak lain, entah melalui todongan senjata atau tekanan komunitas.

Dalam contoh warung Padang tadi, saya bebas ambil makanan yang dibentangkan di meja. Tapi saya harus memperhitungkan batasan: uang. Walau saya dibatasi oleh uang di dalam dompet saya, sehingga saya tak bisa makan makanan apa saja, saya tetap bebas. Sebab, saat saya memutuskan ambil makanan di meja di warung Padang itu, saya tidak di bawah paksaan orang lain.

Saya bisa disebut tidak bebas hanya kalau saya memutuskan ambil makanan ini atau itu atas paksaan orang lain. Jadi kebebasan bukan berarti kebebasan mutlak. Karena tak ada kebebasan mutlak. Kebebasan selalu dibatasi kebebasan yang lain.

Ketika buku-buku filsafat modern berbicara mengenai ide kebebasan, yang dimaksud tentu bukan kebebasan mutlak seperti itu. Yang dimaksud kebebasan dalam filsafat modern adalah tiadanya paksaan dari luar individu. Bukan tiadanya batasan.

Harus dibedakan antara "the absense of limit" dan "the absence of coercion". Kebebasan adalah "the absence of coercion". Kebebasan bukanlah "the absence of limit", tiadanya batas.

Kebebasan yang sehat adalah yang diikat dengan hukum. Karena itu, kebebasan dan kedaulatan hukum selalu beriringan. Negeri-negeri yang disebut 'bebas' bukan negeri-negeri yang tanpa hukum, tapi justru negeri yang tradisi peradilannya kuat dan independen.

'Rule of law' adalah unsur penting di negeri-negeri yang bebas seperti di Barat. Negeri-negeri yang otoriter dan tak bebas biasanya dicirikan dengan tak adanya 'rule of law' tetapi 'law of the ruler'. Di negeri yang tak bebas, hukum bisa ditentukan dan dicampuri seenaknya oleh mereka yang berkuasa.

Ide modern tentang trias politica, pemisahan antara 3 cabang kekuasaan, antara lain adalah untuk menjaga adanya 'rule of law' itu. Siapa yang menetukan batasan di negeri-negeri yang bebas itu? Tentu saja kesepakatan publik sebagai hasil dari 'public reasoning', penalaran bersama.

Teori trias politica adalah salah satu temuan hebat manusia modern. Kekuasaan-kekuasaan pra-modern umumnya tak mengenal itu. Pemisahan tiga cabang kekuasaan dalam negara penting untuk melindungi kebebasan dari ancaman tirani kekuasaan eksekutif.

Ada tiga jenis ancaman atas kebebasan: politik, ekonomi dan budaya. Ancaman politik atas kebebasan datang biasanya dari negara atau penguasa politik yang otoriter. Ancaman ekonomi biasanya berasal dari kaum pemilik modal. Modal besar kerap membawa ancaman atas kebebasan individu. Ancaman budaya atas kebebasan biasanya datang dari komunitas atau agama yang konservatif.

Baik kekuasaan politik, ekonomi atau budaya bisa menjadi sumber "coercion", pemaksaan yang mengancam kebebasan. Cara terbaik merawat kebebasan adalah dengan membuat sumber-sumber kekuasaan di masyarakat tak terkonsentrasi pada satu pihak. Jika kekuasaan memusat pada satu pihak saja, maka biasanya akan muncul ancaman atas kebebasan. Dengan tersebarnya kekuasaan pada beberapa pihak, maka terjadi proses "check-and-balance", saling mengawasi.

Karena itu, dulu, Robert Dahl, seorang ilmuwan politik dari AS, pernah menakrifkan demokrasi sebagai 'poliarchy'. Menurut Dahl, demokrasi ialah 'polyarchy', kekuasaan yang banyak, plural, dan tersebar di mana-mana. Tak ada monopoli. Dalam 'polyarchy' itulah kebebasan bisa dirawat dan tumbuh sehat, tak diancam oleh tirani.

Kembali ke soal batasan. Dalam setiap masyarakat yang bebas, batasan atas kebebasan itu diterjemahkan dalam hukum. Definisi hukum adalah kesepakatan publik tentang aturan yang membatasi kebebasan agar tak ganggu kebebasan orang lain. Tetapi hukum dalam masyarakat bebas beda dengan hukum dalam masyarakat yang tak bebas.

Hukum dalam masyarakat yang bebas adalah hasil dari kesepakatan publik setelah melalui diskusi yang kurang lebih rasional. Public reasoning. Dalam masyarakat yang tak bebas, hukum biasanya hasil dikte dari kekuasaan yang dominan di masyarakat, bukan 'public reasoning'.

Karena itu, ada perbedaan antara 'rule of law' dan 'law of ruler'. Yang pertama mencirikan masyarakat bebas. Yang kedua, masyarakat tak bebas. Jika hukum di masyarakat makin "buta" dan kedap terhadap pengaruh kekuasaan yang ada, makin bebas masyarakat itu. Karena itu, indeks kebebasan negara di dunia sekarang biasanya diukur berdasarkan kuat tidaknya tradisi 'rule of law' di negeri itu.

Kesimpulan: 
Kalau ingin mengetahui makna kebebasan, makanlah di Warung Padang. Kebebasan (liberalisme) dalam Restoran Padang tidak berlaku bagi mereka yang sudah berusia 50 tahun ke atas karena sudah dibatasi oleh kadar kolesterol….hahaha… jangan terlalu serius. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar