Senin, 21 Januari 2013

CADANGAN DEVISA


Belum lama ini diberitakan bahwa Indonesia Indonesia "menyumbang" IMF dengan membeli surat utang IMF. Beberapa pakar meributkannya dan jelas dipolitisasi ketika sampai ditangan politikus. 

Mereka mengatakan, ketika suku bunga pendanaan dalam negeri tinggi, kita malah memberi pinjaman ke IMF dengan bunga sangat rendah. Mengapa memberi pinjaman kepada IMF dengan bunga rendah, sementara kita mengeluarkan surat utang dengan bunga tinggi? Bukankah uang sebanyak itu lebih baik diprioritaskan untuk pembangunan di dalam negeri, ketimbang dipinjamkan ke pihak luar?.

Sebenarnya Indonesia tidak menyumbang, tapi pinjaman yang ada insentif bunga, bukan sedekah. “Sumbangan" ke IMF itu akan diambil dari cadangan devisa; bukan dari APBN. Cuma mengalihkan dari membeli US Bond diganti IMF Bond.

Cadangan devisa memang untuk kebutuhan luar negeri. Tidak bisa dialokasikan untuk penggunaan dalam negeri. Ada beberapa kekeliruan fatal dalam menilai cadangan devisa suatu negara. Cadangan devisa yang besar belum tentu bagus. Ada yang mengira cadangan devisa terkait budget pemerintah suatu negara. Itu juga salah besar, karena cadangan terkait transaksi.

Secara prinsip - negara yang volume perdagangannya tinggi dan rejim devisa tertutup, perlu cadangan devisa yang lebih besar. Sebaliknya, negara yang perdagangan dan transaksi finansialnya kecil - akan memerlukan cadangan devisa yang lebih kecil juga.

Berapa cadangan devisa ideal? Sekitar 4-6 bulan posisi impor + utang luar negeri jatuh tempo. Selebihnya berlebihan. Sama seperti kita juga tidak butuh 5 ban cadangan di mobil, maka cadangan devisa yang berlebihan cuma akan jadi beban.

Apa sih isi cadangan devisa? Bagian terbesarnya surat utang dalam mata uang asing yang diterbitkan pemerintah negara lain. Surat utang dalam cadangan devisa mata uangnya bermacam-macam, tapi biasanya disesuaikan dengan profil perdagangan negara tersebut.

Negara yang banyak berdagang dengan Eropa, seperti Russia misalnya; cadangan devisanya akan lebih banyak dalam mata uang Euro. Tetapi negara yang banyak berdagang dengan Amerika; seperti Jepang, Korea dan China - akan punya cadangan lebih banyak dalam USD.

Bagaimana Indonesia? 10 mitra dagang terbesar Indonesia adalah negara Asia-Pasifik. Maka komponen USD akan lebih besar. Jadi tidak benar ketika dulu ada yang mengatakan cadangan devisa BI sebaiknya banyak berisi Euro. Jelas pikiran itu ngawur.

Cadangan devisa harus sesuai kebutuhan. Cadangan devisa BUKAN untuk mencari laba secara finansial, tetapi sebagai bantalan transaksi luar negeri suatu negara. Kalau sekadar mau cari untung; kenapa bank sentral tidak beli saham Google atau Apple saja sebagai cadangan devisa? Bisa bayangkan cadangan devisa China yang USD 3,4 Trilyun, cukup untuk membeli seluruh saham Apple sampai 5x.

Apakah pernah ada yang menggunakan cadangan devisa untuk spekulasi? Ya pernah. Hal itu terjadi di Bank Sentral Malaysia.

Noor M Yackop pernah jadi pimpinan Bank Sentral Malaysia, tapi punya kebiasaan main di pasar uang pakai uang bank sentral. Di kalangan trader pasar uang, ia dikenal dengan sebutan "Fat Cat", ya iyalah - siapa yang sanggup melawan modal bank sentral.

Di tahun 1992, Noor M. Yackop berspekulasi pakai cadangan devisa Malaysia dan ambil posisi long mata uang Poundsterling. Di saat itu Poundsterling dalam tekanan konsekuensi mekanisme ERM Eropa. Seharusnya poundsterling nilainya melemah.

Di saat itu, George Soros dan hedge fund lain tahu persis Poundsterling mustahil bertahan pada nilainya, jadi harus melemah. Orang menyebut Poundsterling "diserang" - padahal posisinya memang sedang tidak pas dengan besaran ekonomi makro Inggris.

Apa yang kemudian terjadi? Poundsterling melemah. George Soros untung besar - sementara Noor Mohammad Yackop rugi besar. Bank Sentral Malaysia rugi lebih USD 3 Milyar. Noor Mohammad Yackop harus mundur. BTW, ia orang kepercayaan Mahathir.

Itu sebabnya penjelasan mengapa Mahathir Muhammad dendam kesumat pada Soros. Padahal, semuanya kesalahan Noor M. Yackop. Apa yg dikerjakan Noor Mohammad Yackop secara prinsip persis seperti Dicky Iskandar Dinata yg pernah merugikan Bank Duta.

Tidak ada yang protes, karena kasus ini ditutup rapat-rapat di dalam negeri Malaysia. Yang tahu soal ini para trader forex Tetapi jelas dalam laporan keuangan Bank Sentral Malaysia - catatan kerugian ini harus dibukukan selama lebih 2 tahun.

Balik lagi ke cadangan devisa. Karena fungsinya sebagai buffer/bantalan transaksi - maka aspek terpenting adalah likuiditas.

Karena mata uang paling likuid di seluruh dunia adalah USD, maka kebanyakan surat utang di pasar dalam mata uang USD. Sekitar 55% volume transaksi global dalam USD. Sekitar 25-30% dalam Euro, 5% dalam Yen Jepang, sisanya mata uang lain. Atas hal itu, mengapa Bank Sentral banyak pegang surat utang USD, walau bunganya kecil, karena sangat likuid. Berapa pun terserap.

Setiap hari, pasar uang global bertransaksi senilai setara sekitar USD 3 Trilyun. Lebih setengahnya dalam US Dollar. Bandingkan dengan pasar forex Rupiah. Sehari cuma sekitar USD 500-700 Juta. Begitu ada yang masuk/keluar - pasar guncang.

Bagaimana dengan emas? Apakah bank sentral pegang emas? Ya. Tapi kecil sekali volumenya, hanya sekitar 2-3%. Kenapa? Karena likuiditas pasar emas kecil sekali. Jadi kalau kelas bank sentral keluar/masuk pasar - harga emas bisa berantakan.

Contoh: awal tahun 2000, Bank Sentral Eropa baru mengumumkan mau jual emas 500 ton saja - harga emas langsung jeblok. Itu baru pengumuman. Belum sampai eksekusi. Kebayang kan repotnya Bank Sentral kalau harus melikuidasi emas mereka. Volume harian pasar emas tidak lebih dari setara USD 70 Milyar. Bandingkan dengan nilai transaksi harian forex yang USD 3 Trilyun.

Kembali ke awal pembahasan, mengapa Indonesia menempatkan dananya di IMF? Intinya karena Indonesia naggota IMF, maka Indonesia harus ikut saweran untuk IMF.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar