Senin, 21 Januari 2013

SAINS


Hasrat manusia yang ingin mengetahui segala soal, sungguh mengagumkan. Mulai dari hal remeh-temeh, sampai ke hal besar: alam raya. Sejak ribuan tahun lalu, manusia mendongak ke atas dan bertanya-tanya: apa yang ada di balik awan, di angkasa sana? Manusia ingin tahu, bagaimana asal-usul alam raya, sejak dahulu kala. Ada berbagai cara ia tempuh.

Cara "primitif" untuk menjelaskan asal-usul alam raya tentu adalah melalui dongeng dan mitos. Dongeng kosmogoni. Cara yang lain untuk mengetahui asal-usul alam raya adalah melalui sumber yang dianggap sebagai wahyu. Misalnya melalui Kitab Suci. Cara lain untuk tahu asal-usul alam raya ialah melalui jalur penelitian dan ekperimentasi. Inilah cara yang ditempuh sains.

Petualangan manusia melalui sains untuk menelusuri misteri alam raya mungkin tak akan pernah ujungnya. Unending project. Kisah tentang Curiosity Mars Rover adalah salah satu babak saja dari petualangan manusia untuk menjelajahi misteri alam raya. Yang menakjubkan, petualngan rover ke planet Mars ini dilaporkan secara langsung lewat Twitter. Kalau mau ikuti akunnya: @MarsCuriosity.

Salah satu pertanyaan yang mengganggu para saintis dan juga orang awam seperti saya ialah: apakah ada kehidupan lain di luar bumi? Apakah ada makhluk berkesadaran di planet lain, atau di luar 'solar system' kita? Apakah ada planet lain, atau sistem matahari lain, dengan lingkungan yang mendukung munculnya sebuah kehidupan?

Jika ada planet lain yang "habitable" semacam itu, apakah manusia bisa pindah ke sana, membangun peradaban 'baru'?

Hal terpenting yang dihadiahkan sains kepada kita ialah: segala hal terbentuk melalui evolusi. Tidak mendadak. Baik alam fisik maupun alam mental yang ada pada manusia, keduanya berevolusi pelan-pelan.

Hukum evolusi sangat sederhana: dia bekerja secara "random", buta, dan tanpa sebuah rencana awal. Jalur evolusi juga sederhana: organisme berevolusi dari sebuah bentuk ke bentuk lain yang lebih "sesuai" (fittest) dengan lingkungan sekitarnya. Bentuk yang tak sesuai dengan lingkungan di sekitarnya akan punah pelan-pelan. Itulah yang disebut seleksi alam.

Karena segalanya berevolusi, manusia selalu ingin tahu bagaimana awal mula segala hal di alam raya ini. Manusia ingin tahu bagaimana awal mula alam raya; awal mula kehidupan; awal mula kesadaran; dsb.

Bahkan ilmuwan yang bekerja di bidang bahasa juga mengadopsi teori evolusi dan bertanya: bagaimana awal mula bahasa. Para sosiolog agama juga mengadopsi teori evolusi dan bertanya: bagaimana awal mula munculnya gejala agama? Bagaimana agama berevolusi? Para ilmuwan teori politik juga mengadopsi teori evolusi dan bertanya: bagaimana asal-usul munculnya gejala 'negara'?

Penjelasan saintifik punya ciri utama, yakni materialistik. Sains melihat alam sebagai materi yang bisa di observasi. Sains mencapai kemajuan yang luar biasa justru karena pendekatan yang materialistik.

Perbedaan sains dengan dongeng atau mitos, misalnya, terletak pada watak sains yang materialistik dan dongeng yang animistik. Pendekatan animistik maksudnya: alam raya dipandang sebagai ciptaan yang hidup (hayawan/animated) seperti manusia.

Fisika Yunani kuno yang kemudian dilanjutkan oleh para filsuf Muslim seperti Ibn Sina punya kecenderungan yang animistik juga. Fisika kuno yang dikembangkan para filsuf Muslim seperti Ibn Sina biasa disebut dengan "thabi'iyyat". Karakternya beda dengan fisika modern.

Jika fisika modern bersifat sepenuhnya materialistik, thabi'iyyat (fisika kuno) masih membawa watak animistik.

Lalu bagaimana dengan anggapan bahwa pengetahuan manusia itu terbatas? Pengetahuan manusia memang punya batas (frontier). Tapi batasnya tak pernah statis, tetapi terus bergerak: meluas, melebar dan mendalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar