Selasa, 25 Maret 2014

Tentang Bier & Wine


Ketika mempelajari tentang minuman khamr dan nabidz, saya menemukan diskusi yang menarik di internet. Karena kita tengah berdiskusi mengenai minuman ber-alkohol, ada baiknya salah pendapat salah satu peserta diskusi saya sampai disini. Menarik karena penulisnya melihat larangan khamr itu dari sudut pandang yang berbeda. Semoga memperkaya khasanah berpikir, bukan ajakan untuk minum lho...LOL.

Larangan minuman keras di Quran dan hadis itu benar. Saya percaya. Yang bermasalah, cara umat memahaminya. Sekarang mari kita bahas soal fakta miras ini yang saya kira jarang diketahui oleh kebanyakan orang.

Dalam bahasa Arab, ada banyak nama untuk minuman keras. Dua istilah yang sangat terkenal: khamr dan nabidz. Khamr adalah minuman keras secara umum. Nabidz adalah "wine," minuman keras yang terbuat dari anggur. Konsumsi khamr di kalangan masyarakat Arab sangat luas, baik sebelum atau setelah kedatangan Islam.

Selama 13 tahun di Mekah, Nabi tak pernah mengharamkan khamr. Sahabat-sahabat Nabi yang masuk Islam mengkonsumsi khamr, sama dengan orang Arab lain. Artinya: sekurang-kurangnya, selama 16 tahun Islam datang di masyarakat Arab, khamr sama sekali tak dilarang. Di Quran bahkan ada pujian terhadap khamr seperti pada al-Nahl: 67 (dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda - kebesaran Allah - bagi orang yang memikirkan).

Setelah itu, turun beberapa ayat yang secara gradual melarang khamr. Pelarangan khamr melalui 3 tahap. Pertama: dikatakan, khamr itu ada manfaatnya tapi ada juga bahayanya dan bahayanya leih besar daripada manfaatnya (QS 2:219). Kedua, khamr dilarang kalau seseorang menjelang shalat, supaya tak mabuk saat sembahyang (QS 4:43). Ketiga, larangan keras atas khamr seperti terbaca dalam QS 5:90-91.

Tapi ada konteks khusus untuk pelarangan ketiga ini. Jarang yang menyadarinya. Konteks khusus QS 5:90-91 adalah ada seorang sahabat yang mabuk, lalu meracau, dan menyulut pertikaian suku pra-Islam. Ayat 5:90-91 berisi larangan keras atas khamr karena berpotensi menimbulkan pertikaian suku yang membahayakan komunitas Muslim saat itu. Konteks ini yang perlu dilihat dalam membaca larangan keras atas khamr. Jadi potensi pertikaian sosial. Bukan pada khamr itu sendiri.

Yang menarik, ulama fiqh berdebat panjang soal haram tidaknya 'nabidz' yakni wine, minuman yang dikonsumsi luas di daerah Persia. Al-Jahidz, penulis terkenal dari abad ke-9 M, menulis risalah khusus yang memuji wine (Risalah fi Istihsan al-Nabidz).

Menurut Abu Hanifah, minum nabidz itu boleh, sampai batas tak mabuk. Jadi, terserah pada masing-masing individu batasnya. Apa yang disebut nabidz itu adalah "wine" yang mengandung alkohol. Minuman keras yang sangat populer di Persia. Bahan dasarnya anggur. Ketika ulama berdebat soal nabidz, dan yang mereka perdebatkan itu adalah wine yang memang mengandung alkohol, bukan yang lain.

Bagi saya, pendapat Abu Hanifah yang menghalalkan nabidz sampai batas anda mabuk menarik sekali. Sangat toleran. Jadi, kalau kita pakai pendapat Abu Hanifah, minum wine segelas-dua gelas, okelah. Sebab dengan dua gelas, kita tak akan mabuk.

Saya setuju dengan prinsip "hifzul 'aql" atau melindungi akal, salah satu prinsip utama dalam syariat Islam. Buat yang tak akrab dengan hukum Islam, khamr diharamkan bertujuan untuk melindungi akal. Sebab mabuk bisa menghilangkan akal sehat. Nah apakah akal sehat seseorang akan hilang dan rusak dengan minum satu/ dua gelas wine sehari? Mungkin dalam konteks wine atau bier ini kita bisa menempatkan makanan tape yang (seperti kata pak Ilyas) kadar alkoholnya malah melebihi kedua minuman tersebut. Tape kan tidak membuat mabuk?

Bagaimana pendapat sampeyan? Minum wine atau anggur boleh, atau cukup makan tape saja? Atau tape juga haram? .... LOL.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar