Selasa, 25 Maret 2014

Kilas Balik Pergerakan & Perjoeangan Toean Tan Malaka


Tan Malaka penyala api Pan Islamisme. Punggungnya lurus. Stalinpun dilawannya. Tan Malaka itu nama kecilnya Ibrahim. Ia guru mengaji. Ia dikejar-kejar agen Komunis Internasional, intel-intel Jepang, intel-intel Belanda. Ketika jadi guru di Syarekat Islam Semarang, Tan Malaka sudah membentuk kurikulum anti-kolonial. Lebih dulu dari Ivan Illich dan Paulo Freire! Ketika Stalin memerintahkan Cominteren perang melawan Pan Islamisme, Tan Malaka membantahnya, membangkang.

Tan Malaka hanya bisa menangis ketika mengingat ibunya. Kenapa? Karena ia tahu, ibunya sholat setiap malam. Ia percaya iman ibunya! Tan Malaka memang agnostik di usia tuanya. Tapi dalam Madilog ia menulis, ia percaya Islam membawa kedamaian, karena ia ingat ibunya.

Di usia tua juga Tan Malaka membentuk Partai MURBA. Ia tak bergabung dengan PKI. Ia justru menentang agresifitas massa rakyat. Tan Malaka yang pertama menulis soal strategi militer dalam Perang. Judulnya: "Sang Gerilya". Ia Bapak Perang Gerilya.

Jauh sebelum penjara Gulag Siberia dibuat, Tan Malaka sudah menyimpan memorinya dalam bentuk "Jembatan Keledai" untuk menulis buku-bukunya. Tan Malakalah yang menulisi slogan-slogan dalam bahasa Inggris fasih di kereta api, dinding-dinding kota, ketika NICA masuk Jakarta dengan gelora nasionalisme.

Tan Malakalah yang memberikan obat China kepada Jenderal Soedirman, untuk sembuhkan penyakit paru-parunya. Walau Soedirman menolak. Tan Malakalah yang memperkenalkan aksara-aksara moderen kepada kaum pergerakan Indonesia, dari kanan sampai ke kiri.

Bahkan Soekarno, Hatta, Syahrir dan pendiri Republik ini mengakui hutang-hutang intelektual mereka kepada Tan Malaka. Hatta berjanji akan menikah setelah Indonesia Merdeka. Akhir dari jati diri seorang revolusioner. Tan Malaka tak menikah sampai tua.

Tan Malaka ditembak bukan lagi duduk di spa atau kursi istana. Ia ditembak dalam status sebagai seorang gerilya, terlepas dari pasukannya di rimba. Tan Malakalah yang menerima surat wasiat sebagai Presiden Gerilya, kalau ada apa-apa dengan Soekarno-Hatta-Syahrir.

Tan Malaka bisa berbahasa Arab, Inggris, Jepang, Belanda, Jerman, Russia, Mandarin, Melayu, sama-sama fasihnya. Tan Malaka dikenali sebagai Tan Malaka karena aksennya yang asing, setelah lama melanglang buana sebagai Che Guevara-nya Asia.

Di Philipina, nama Tan Malaka sejajar dengan nama Joserizal, Bapak Pendiri Philipina. Ia memompa nasionalisme di sana. Ketika Chiang Kai Sek, Ho Chi Min dan pelajar-pelajar Asia lainnya kuliah di Eropa, Tan Malaka adalah teman dan guru diskusi mereka.

Tan Malakalah salah satu sosok yang memompakan semangat pembebasan bukan hanya di Asia, tetapi juga di benua hitam Afrika. Wawasan internasional Tan Malaka melebihi Bapak Bangsa manapun. Ia diburu di dua benua: Asia dan Eropa.

Tan Malaka adalah penerima gaji pribumi terbesar di zamannya, ketika bekerja di perkebunan Senembah. Ia memilih meninggalkannya. Kalau Bapak-bapak Bangsa lain hanya perlu dibuang ke Digoel dllnya, Tan Malaka harus dinaikkan kapal ke Belanda. Otaknya terlalu berbahaya.

Dua musuh republik menurut Tan Malaka adalah kolonialisme dan feodalisme. Ia melawan feodalisme, walau Indonesia sudah proklamasi. Menurut Tan Malaka, kolonialisme lebih mudah dilawan, tapi feodalisme sulit karena tertanam lama sejak zaman kerajaan besar di Indonesia.

Tan Malaka itu Plato-nya Indonesia. Dalam Madilog ia menukil bukan hanya sejarah dan ideologi, tetapi juga ekonomi dan matematika. Ketika Aristoteles mengajar Iskandar The Great tentang strategi perang, Tan Malaka juga menulis strategi perang gerilya untuk Indonesia.

Apabila Soekarno hanya mengutip ucapan atau tulisan intelektual Eropa, Tan Malaka malah berdiskusi dan berdebat dengan mereka di pusat Eropa. Saking kesalnya, Tan Malaka bisa mengukur lingkar otak pemimpin-pemimpin Indonesia.

Ketika para komprador sudah senang hidupnya, Tan Malaka tetap menjadi revolusioner sejati. Ia tak terbeli oleh apapun. Kecuali peluru. Tan Malaka membentuk PARI di Bangkok setelah kegagalan pemberontakan PKI 1926. Itu saat ia lepas dari strategi Comimminteren. Tan Malaka lambat memberi warning bagi pemimpin-pemimpin pemberontakan PKI di Banten dan Sumbar, karena ada sabotase

Dan tahukan toean-toean, siapa yang memberontak tahun 1926 di Banten dan Sumbar itu? PARA HAJI! Saudagar-saudagar Muslim! Cek daftar nama mereka. Para pemberontak 1926 itu adalah para HAJI pembaca buku, di rumah-rumah mereka ada buku. Mereka bukan para peminum tuak, toen-toean. Kalau toean-toean hidup di Indonesia pada tahun 1920-1965, anda tidak masuk kategori kaum intelektual, kalau anda tidak membaca Karl Marx!

Tulisan Sukarno dengan judul "Marxisme, Islamisme dan Nasionalisme" dalam Suluh Indonesia Muda adalah buih terujung dari otak Tan Malaka. Tan Malaka adalah orang yang sangat percaya pada kekuatan rakyat, rakyat yang tercerahkan, bukan kepada peralihan kekuasaan dan para penguasa.

Tan Malaka memang ditembak oleh seseorang yang -- ditulis Poeze -- lalu jadi Walikota Surabaya. Tapi iapun menembak karena salah menerima perintah. Tragedi sabotase 1926 -- yang konon dilakukan Alimin -- terulang ketika Tan Malaka ditembak pada 19 Februari 1949, juga karena sabotase.

Jadi, salah tindakan toean-toean melarang bedah buku Tan Malaka. Kelakuan toean-toean telah membakar api di jerami yang kering. Bukan kemiskinan dan kemelaratan yang menyebabkan bangsa ini terkebelakang, toean-toean, melainkan kebodohan dengan cara memusuhi buku. Apa toean-toean tidak juga belajar ketika Sungai Eufrat dan Tigris hitam airnya, tatkala bangsa Mongol melemparkan buku-buku ke dalamnya? Apa toean-toean tidak tahu kenapa Islam mundur sebagai peradaban, ketika Sultan-sultan di Turki itu lebih memilih membangun Istana daripada Pustaka? Tidak sadarkah toean-toean betapa yang menjadi senjata peradaban (Islam) itu adalah buku, bukan otot dan sorban yang toean-toean pakai itu?

Tidakkah toean-toean membaca "Islam dan Sosialisme" HOS Tjokroaminoto yang menyebut dengan kata fasih istilah mustadafin sebagai gantinya jelata? Dan apakah toean-toean tidak membaca kisah Nabi Muhammad SAW? Dengan apa beliau melawan? Al Qur'an yang isinya tulisan (Kitab Suci). Tidakkah toean-toean ingat apa yang dipegang Utsman bin Affan dalam noda darah, ketika ia dibunuh? Al Mushaf! Al Qur'an! Kitab Suci! Buku!

Ilmu pengetahuan itu adalah harta kaum Muslimin yang tercecer dimana-mana. Pungutlah, walau ia ada di mulut seorang Kafir sekalipun. Sebagian besar ilmu pengetahuan yang menjadi harta Kaum Muslimin itu hanyut jadi tinta hitam di sungai-sungai, ketika Baghdad jatuh. Timbalah! Kembangkan "Jembatan Keledai" di pikiran toean-toean untuk memungut setiap huruf yang terserak itu. Poeze sudah membantu toean-toean dalam hidupnya.



Ketika toean-toean melarang membedah sebuah buku, bukan hanya toean-toean tak sanggup membuat "Jembatan Keledai", tapi justru jadi keledainya. Berhentilah jadi keledai, wahai Bangsaku! Berhentilah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar