Selasa, 25 Maret 2014

Puncak Keberagamaan adalah Akhlak Mulia: Beda Islam, Iman, Ihsan


Belakangan ini makin nyata adanya kelompk orang yang mengaku muslim dan beriman tapi tak menampakkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk memahaminya, perlu dijelaskan adanya perbedaan tentang orang-orang muslim (ber-Islam), mukmin (beriman), dan muhsin (ber-ihsan).

Definisi keislaman dipaparkan dalam Al-Hujrurat, ayat 14: “Orang-orang Arab Badui (a'rab, bukan 'arab) itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah menjadi muslim (tunduk)', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu"

Sedang definisi keimanan dipaparkan dalam Al-Anfal, ayat 2 -3: “Sesungguhnya orang-orang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat Nya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”… (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

Jadi kira-kira Muslim itu yang melaksanakan kewajiban syari’ah secara lahiriah, sedang Mukmin adalah sikap hati (batiniyah). Orang beriman (Mukmin) adalah yang gemetar hatinya bila mendengar kata Allah dan bertambah terus imannya ketika membaca ayat Allah. Mukmin menjaga dan menghayati shalatnya – yakni menghadirkan hati dalam ibadah -- dan melahirkan amal-amal saleh, antara lain dalam bentuk sedekah.

Sedang berkenaan dengann Ihsan Allah Swt. berfirman dalam Al-Mulk, ayat 23: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih sempurna amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Dalam hadis Jibril disebutkan ihsan adalah menyembahNya dalam keadaan kita (seolah, yakni bukan dengan mata fisik) melihat Allah. Atau kalau kita tidak bisa, kita yakin bahwa Allah melihat/mengawasi kita.

Dalam hadis lain dikatakan : "Allah cinta pada orang yang jika menyelesaikan pekerjaan, dia selesaikannya dengan ihsan (sempurna)"

Ada juga dalam hadis lain disebutkan : "Allah telah menetapkan al-ihsan dalam semua hal." (HR Muslim)

Ada 166 ayat yang mengandung kata ihsan dan turunannya. Salah-atunya yang populer: “Sungguh Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat ihsan serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan” (An-Nahl: 90)

Segera tampak bahwa ihsan terkait erat dengan kepemilikan dan penerapan akhlak mulia secara konkret dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: Orang yang ber-ihsan tak hanya menahan marah, tapi juga memaafkan orang yang bersalah padanya dan menyempurnakannya dengan berbuat baik padanya.

"Dan orang yang menahan marahnya dan yang memaafkan kesalahan orang-orang. Dan Allah mencintai orang yang menyempurnakan kebaikan (berbuat ihsan)" (3:134). Yang menarik Allah sendiri tidak pernah menyebut “Allah mencintai orang-orang beriman” atau “orang-orang Muslim”, tapi “Allah mencintai orang-orang yang ber-ihsan”

Ihsan adalah menyempurnakan seluruh amal agar secara spiritual kita makin dekat kepada Nya. Maka tak sedikit ulama identikkan Ihsan dengan tasawuf. Bukan kebetulan tasawuf disebut mazhab cinta. Yakni mempromosikan hubungan saling cinta manusia dengan Allah (dan dengan manusia dan makhluk-makhluk lain).

Jadi, Islam-Iman-Ihsan sejajar dengan Syari’ah-Akidah-Tasawuf (akhlak). Ketiganya tak terpisahkan, tapi puncaknya adalah akhlak. Dengan kata lain, puncak keislaman kita harus terwujud pada kepemilikan/penerapan akhlak mulia. Tak banyak berarti mengaku Islam, tak terbukti mengaku beriman, kecuali jika kita telah benar-benar memiliki/menerapkan akhlak mulia.

Inilah makna hadis Nabi saw: :”Aku tak diutus kecuali untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.

Ini juga inti dari firmanNya yang sering kita ulang-ulang: "Dan tak Kami utus kau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat (kasih-sayang) untuk alam semesta"

Maka, orang-orang yang mengaku Muslim tapi tak brakhlak mulia bisa jadi baru mencapai tahap Islam, mungkin iman, tapi belum ihsan. WalLah a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar