Sabtu, 31 Januari 2015

Sejarah Maulid.

Di buku Syaikh Zaki Ibrahim (Mursyid Syadziliyah Mesir), "Fiqh as-Shalawat" (hal. 103-105), diceritakan sekilas sejarah perayaan Maulid. Kata Syaikh Zaki, Maulid Nabi ditradisikan menjadi perayaan mulanya oleh Syiah-Fathimiyah Mesir. Perintisnya: Raja al-Mu'iz li Dinillah. Syiah-Fathimiyah memang punya banyak perayaan saban tahunnya. Bila ada perayaan maulid 'Ali dan maulid Fathimah, tentu ada Maulid Nabi.

Di dunia Sunni, perayaan Maulid dirintis oleh Muzhaffaruddin, gubernur Irbil (sekarang bagian Irak) di masa Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Irbil waktu itu adalah kawasan yang banyak dihuni bangsa Kurdi. Ingat pula, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi itu beretnis Kurdi.

Muzhaffaruddin memberikan hadiah 1000 dinar kepada siapa saja yang bisa bikin syair-syair madah Nabawi untuk dibaca saat perayaan Maulid. Muzhaffaruddin banyak dipuji ulama-ulama Sunni berkat kedermawanannya: tiap perayaan Maulid, ia bersedekah 300 ribu dinar ke rakyatnya.

Tak dikisahkan apakah tradisi Maulid di Sunni diadopsi dari Syiah, tapi saya menduga kuat boleh jadi demikian. Adopsi budaya itu biasa. Kata Syaikh Zaki, yang mentradisikan perayaan Maulid mulanya adalah Syiah Fathimiyah, tapi yang bikin kitab-kitab Maulid pertama adalah ulama-ulama Sunni. Kata Syaikh Zaki, kitab Maulid pertama yang ditulis oleh ulama Sunni adalah "al-'Arus" karya Ibn al-Jauzi (abad 6 H). Lalu muncullah Ibn Dihyah (abad 7 H) dengan kitab Maulid-nya, "at-Tanwir", yang berhasil memenangkan hadiah 1000 dinar dari Muzhaffaruddin.

Sejak itu kitab-kitab Maulid bermunculan. Yang termasyhur: al-Barzanji; masih banyak dibaca di Indonesia, tapi akhir-akhir ini Simtud Durar lebih populer. Jadi, perayaan Maulid menjadi tradisi besar-besaran bermula sejak masa Shalahuddin al-Ayyubi. Saya kira teman-teman sudah kerap dengar hal ini.

Versi populer analisa sejarah kiai-kiai NU, Maulid ditradisikan Shalahuddin untuk memperkuat semangat pasukan Muslim melawan pasukan Salib. Bila analisa itu benar, maka jadi luculah para pemvonis bid'ah-sesat terhadap perayaan Maulid yang juga mengagumi Sultan Shalahuddin.

Dalam ihwal pembudayaan shalawat, Shalahuddin al-Ayyubi dicatat cukup banyak di buku-buku sejarah sebagai tokoh yang banyak perannya. Bukalah "al-Fiqh al-Islami"-nya az-Zuhaili, bab azan: yang membudayakan puji-pujian dan shalawat antara azan-iqamah juga Shalahuddin. Puji-pujian dan shalawat antara azan-iqamah dirintis pada 781 H, di masa Shalahuddin. Jumhur ulama fikih sepakat: itu bid'ah hasanah. Di masa Shalahuddin, perayaan Maulid jadi alat pemersatu, sekarang jadi alasan pecah belah; yah, karena pakai divonis bid'ah-sesat itu. Demikian sedikit soal sejarah Maulid. Shalatan wa salaman da'imain mutalazimain 'ala sayyidina Muhammadin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar