Sabtu, 31 Januari 2015

Menerima Perubahan

Percampuran budaya sudah terjadi sejak dulu dan masih akan terjadi dimasa mendatang. Tak mungkin di hindari. Contoh positifnya, agama Islam masuk dengan damai ketanah air melalui perkawinan (yang rahmah) dengan budaya lokal. Dari contoh yang sama, sisi buruknya, kini masuk berbagai aliran keagamaan (sesama islam) lainnya yang justru bersikap berlawanan dengan yang sudah ada. Lambat laun pertikaian aliran keagamaan yang terjadi di jazirah arab terbawa kesini.

Selain dalam hal keagamaan, percampuran budaya juga tak terhindarkan. Kesenian daerah mulai lenyap, berganti dengan campuran kesenian yang datang dari luar. Teman-teman sekolah anak saya kebih banyak yang ikut kegiatan ekskul yang modern (cheersleader, group band, vocal group), dibandingkan yang tradisional (tari daerah, marawis dan eh .. apalagi ya?).

Menurut saya, kalau tak bisa dihindari, ada baiknya kita membantu mengawinkan budaya asing dan lokal itu agar muncul budaya baru yang lebih modern tanpa menghilangkan ciri tradisional dan pesan moralnya. Mungkin kita jadi lebih bisa berdamai dengan anak-anak, tanpa harus berjarak/kehilangan mereka. Dan lagi, menurut banyak penelitian, perkawinan budaya tak selalu berdampak negatif. Sebagian wilayah/perkotaan yang maju dan berkembang pesat justeru terjadi ketika masyarakatnya menjadi lebih heterogen. Biasa terlihat didaerah pelabuhan/perniagaan yang ramai disinggahi pedagang. Jakarta, Surabaya atau Medan yang heterogen berkembang jauh lebih pesat dibandingkan Padang, Banda Aceh atau bahkan Semarang yang lebih homogen. Apalagi jika dibandingkan dengan kota-kota di pedalaman. Sulit untuk melawan perubahan, mungkin ada baiknya kita mulai menyesuaikan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar