Sabtu, 31 Januari 2015

Jika Ingin Berinvestasi, Ubah Gaya Hidup!

Berinvestasi memang sebaiknya dijadikan gaya hidup. Sebab dalam berinvestasi ada kebutuhan untuk berhemat dan menabung. Harus diakui bahwa perkembangan jaman ikut mengubah gaya hidup kita secara drastis.

Perhatikanlah kebijakan sederhana kakek-nenek kita dalam berinvestasi. Mereka lebih mampu menabung dan berinvestasi dibanding kita. Mengapa bisa demikian? Ya sebab jamannya memang berbeda. Dulu mereka tidak punya kebutuhan macam-macam seperti kita saat ini.

Tapi sekarang mobil dan motor terus menerus keluarkan versi terbarunya, gadget juga berlomba merilis produk tercanggihnya. Cara memperoleh secara instant dan mudah juga bisa dinikmati, yaitu melalui kredit bank dan leasing. Jaman dulu jika ingin sesuatu kita harus menabung dulu. Tapi jaman sekarang kita cukup berhutang. Jaman memang sudah berubah drastis.

Tapi marilah kita renungkan sejenak, sudah benarkah apa yang sekarang dianggap lumrah ini? Atau jangan-jangan kita tidak sadar larut di dalamnya?. Mari kita renungkan sejenak, saat kita ganti gadget apakah karena kebutuhan atau karena tergiur ikut-ikutan?. Apakah gadget lama kita sudah digunakan secara maksimal semua fiturnya? Ataukah cuma 10% fungsi gadget lama tersebut yang baru kita manfaatkan?. Lantas apakah keputusan berganti ke gadget baru itu karena ukurannya lebih tipis dan layarnya lebih jernih?

Dari situ saja sebenarnya kita bisa menjawab apakah kita bijak dalam menyikapi perkembangan jaman, atau justru jadi korban jaman. Sekedar untuk diketahui, mengikuti perkembangan gadget, motor, mobil, dll tak akan pernah habisnya. Saat kita menjadi individu yang "harus" memiliki produk terbaru maka dipastikan bahwa kita adalah korban jaman. Namanya juga korban, maka tentulah tidak ada keren kerennya sama sekali. Hanya seperti badut yang terkesan update.

Lalu bagaimana kita harus menyikapi jaman ini agar jadi pemenang? Yang paling utama adalah mengubah gaya hidup kita yang terlanjur salah. Boleh saja membeli gadget terbaru, asal benar-benar atas pertimbangan kebutuhan. Bukan karena pertimbangan lain apapun. Persoalannya jaman sekarang ini kita sulit membedakan mana yang benar-benar kebutuhan dan mana yang hanya 'kebutuhan'.

Terlebih produsen begitu pandainya menipu kita dengan memberi kesan produknya sebagai kebutuhan yang wajib dimiliki. Bahkan banyak yang mengidentikkan produknya sebagai 'investasi'. Sebut saja beberapa produk mainan mereka kemas sebagai produk investasi.

Orang jawa bilang, "Ojo percoyo lambe bakul". Jangan percaya apa yang dikatakan penjual. Sebab mereka memang punya kebutuhan barangnya laku. Pada akhirnya dompet kita jugalah yang akan jebol. Jadi percayalah pada pertimbangan sendiri.

Kembali ke kebijakan kakek nenek kita. Mereka orang-orang yang sabar berinvestasi untuk jangka panjang. Bahkan seringkali mereka berinvestasi bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anak-anaknya. Contoh, saat anaknya lahir orang tua jaman dulu terbiasa menanam pohon jati. Kelak pohon tersebut bisa dipanen jika anak-anaknya dewasa.

Nah, jaman sekarang kita punya banyak pilihan menabung dan berinvestasi. Tapi hati-hatilah, sebab banyak jebakan disana. Sebagai contoh, untuk menabung anak-anak bahkan sudah dididik secara salah sejak mereka masih duduk di bangku SD.

Program "Ayo ke Bank" mendapat support penuh pemerintah dan masuk ke dunia pendidikan kita. Sejak kecil anak-anak dicuci otaknya bahwa menabung uang di bank adalah hal yang benar, bahkan keharusan. Tapi lihatlah apa yang terjadi pada uang anak-anak itu. Bukannya bertambah malah berkurang akibat inflasi dan biaya administrasi.

Pemerintah dan Bank tidak pernah mengajarkan bahwa menyimpan uang di bank menyebabkan uang kita berkurang secara pasti. Anak-anak juga tidak pernah diajarkan bahwa banklah yang mengeluarkan berbagai kredit konsumtif yang merusak ketahanan finansial orang tua mereka. Mereka hanya diberi tahu bahwa menabung uang di bank adalah perbuatan yang baik. Itu saja.

Jadi jangan heran jika "korban-korban jaman" memang sudah dibentuk sejak mereka kecil dan dilakukan di bangku sekolah. Anak-anak kita tidak pernah diajarkan cara menabung yang benar. Yaitu dengan mempertahankan nilai. Mereka hanya diajarkan menabung di bank. Dan jika kelak nilai uang mereka tidak sesuai yang dibayangkan di awal. Ya terima saja sebagai nasib.

Begitu juga dengan investasi. Kita banyak diajarkan untuk menyerahkan investasi pada pihak ketiga, seperti perusahaan pengelola investasi. Padahal ini adalah cara paling tidak cerdas dalam berinvestasi. Dan sudah banyak korban berjatuhan. Mengapa demikian? Sebab kita tidak bisa mengontrol uang kita namun kitalah yang harus menanggung resiko jika terjadi apa-apa.

Maka berulangkali saya sampaikan, berinvestasilah pada hal yang bisa kita kontrol sendiri. Sebab untung dan ruginya kita yang tanggung. Berinvestasi tidak harus dalam bentuk yang canggih-canggih. Pointnya bukan itu. Pointnya adalah bagaimana uang kita berkembang.

Sambil jalan kita bisa mulai belajar berinvestasi pada model-model yang lebih modern. Tapi mulailah pada hal-hal yang sederhana dan pasti dulu. Dalam mengelola uang marilah kita melakukan gerakan "Back to basic". Kembali ke kebijakan kakek nenek kita dulu. Percayalah, cara kuno ini adalah jalan paling selamat bagi kita untuk menghadapi tantangan jaman ini.

Cara ini efektif untuk mengajarkan anak tekun menabung dan menginvestasikan uangnya pada benda yang tidak tergerus inflasi. Caranya sederhana, minta mereka menyisihkan 50 ribu tiap minggu. Setelah 11 mingu ajaklah mereka ke pegadaian untuk beli 1 gram emas.

Sejak dini anak-anak diajarkan bahwa masa depan mereka adalah tanggung jawab mereka juga. Dimulai dari kebiasaan disiplin menabung. Setelah terkumpul ajak mereka beli emas dengan uangnya. Jika dilakukan secara konsisten nantinya tabungan emas anak-anak ini bisa untuk membiayai kuliah mereka. Jadi mereka bisa kuliah dengan uang sendiri. Mulai sekarang para orang tua bisa mendidik anak-anaknya untuk belajar menabung sekaligus berinvestasi sejak dini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar