Selasa, 28 Mei 2013

Ketika Perempuan Jatuh Cinta


Kita tentu pernah atau bahkan sering mendengar ada istilah jatuh cinta pada pandangan pertama, apakah iya memang ada? Jatuh cinta pada pandangan pertama bukan hal yang asing, walaupun ya memang tidak selalu kedua pihak mengalami hal yang sama pada saat yang sama.

Bagi laki-laki dan perempuan, perhitungan awal tentang asmara/ cinta berlangsung di bawah sadar. Dan sangat berbeda respon yang terjadi di otak masing-masing. Dalam hubungan singkat misalnya, laki-laki bertindak sebagai si pengejar dan perempuan jadi lakon si pemilih. Ini bukan standarisasi sex lho ya.

Hal tersebut sebenarnya adalah warisan dari leluhur kita yang belajar, sepanjang jutaan tahun, belajar cara menyebarkan gen-gen mereka. Jadi sebetulnya proses jatuh cita pada pandangan pertama kita ini jauh lebih mudah ditebak dari pada yang kita kira.

Sepanjang evolusi kita sebagai suatu spesies, otak kita sudah belajar cara memilih pasangan tersehat, yang paling mungkin memberi keturunan. Otak perempuan akan menuntun ke pasangan dengan sumber daya dan komitmennya yang dapat membantu keturunannya untuk bertahan hidup.

Macam-macam pelajaran yang diperoleh perempuan di masa-masa terdahulu, yang kemudian tersimpan sandinya dalam otak modernnya sebagai sirkuit-sirkuit cinta neurologis. Sirkuit-sirkuit cinta di otak ini ada sejak kita dilahirkan dan diaktifkan saat pubertas oleh campuran berbagai neurotransmiter yang bekerja cepat.

Sirkuit cinta yang sudah tersusun di otak kita benar-benar elegan. Otak perempuan secara otomatis menaksir seorang pasangan yang potensial. Jika si ‘dia’ sesuai dengan daftar harapan leluhurnya, seorang perempuan akan merasakan sengatan kimia yang membuat pusing akibat rasa ketertarikan.

Sengatan berbagai neurotransmitter (senyawa kimia saraf) cinta ini bekerja seakurat laser. Ini yang disebut amukan asmara atau jatuh cinta! Hal tersebut adalah langkah pertama dalam cara kuno membentuk ikatan pasangan dan membuka gerbang-gerbang ke program "percumbuan-perkawinan-pengasuhan" di otak.

Maka beruntunglah bila ada 2 orang yang secara bersama-sama mengalami sengatan neurotransmitter cinta sehingga mereka tidak bertepuk sebelah tangan. Perempuan yang kena sengatan neurotransimer cinta akan menghadapi kegelisahan, kekhawatiran, sekaligus kegembiraan yang menumpulkan pikirannya. Perempuan-perempuan tersebut tidak bisa mengendalikan semua itu, karena saat-saat seperti itu, gejala biologis sedang membangun masa depan mereka.

Manusia menghabiskan lebih dari 99% hidup mereka yang sekian juta tahun yang diperlukan untuk berevolusi, dalam kondisi yang primitif. Karena itu, sirkuit-sirkuit otak kita berkembang untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi nenek moyang manusia, yang primitif tadi.

Dan tantangan terpenting yang dihadapi perempuan-perempuan nenek moyang kita adalah masalah reproduksi. Untuk kelangsungan spesies kita. Ini, bukan sekedar masalah ingin punya anak, tapi juga untuk memastikan bahwa anak-anak itu akan hidup cukup lama untuk menyebarkan gen-gen mereka.

Para nenek moyang yang pilihan jodohnya menghasilkan lebih banyak keturunan yang bertahan hidup, berarti berhasil menurunkan gen-gen mereka. Dengan demikian, sistem otak mereka yang berevolusi dan beradaptasi, khususnya untuk ketertarikan percumbuan, lebih sukses survive.

Nenek moyang yang punya langkah reproduksi yang salah, tidak meninggalkan jejak di masa depan spesies. Mereka punah ditengah perjalanan evolusi. Akibatnya, struktur otak para perempuan dengan sirkuit reproduksi terbaik dari jaman purba itu yang jadi struktur standart bagi manusia modern.

Nah sirkuit percumbuan dalam otak kita inilah yang biasa dikenal sebagai ‘jatuh cinta’. Dan tentu saja ini ada di luar jangkauan kesadaran.

Sirkuit percumbuan dalam otak perempuan yang terbentuk sepanjang jutaan tahun ini yang mendasari kecenderungan mereka dalam memilih pasangan. Hal ini juga yang menjelaskan mengapa seorang perempuan hanya memilih tipe-tipe tertentu yang berbeda dengan pilihan perempuan lain.

Lha terus bagaimana cara kerja senyawa-senyawa kimia di otak, kok bisa menghasilkan sensasi cinta yang berjuta rasanya?

Meski otak laki-laki dan perempuan merespon secara beda, tapi jatuh cinta adalah salah satu perilaku atau keadaan otak yag paling tidak rasional bagi keduanya. Otak menjadi ‘tidak logis’ dalam gelora asmara baru. Akibatnya perempuan benar-benar buta terhadap kekurangan sang kekasih. Ini di luar kesadaran.

Jatuh cinta itu sekarang diketahui sebagai keadaan otak yang terdokumentasi di berbagai sirkuit-sirkuit otak seperti: obsesi, mania, mabuk, haus, juga lapar. Keadaan jatuh cinta ini bukan kerja satu macam emosi saja, tetapi memperkuat atau juga melemahkan beberapa emosi yang lain.

Area jatuh cinta di otak sebenarnya merupakan suatu sistem motivasi yang berbeda dengan area dorongan seks, tapi saling bertumpang tindih. Aktivitas otak yang membara karena jatuh cinta ini berbahan bakar hormon dan neurotransmiter seperti dopamin, estrogen, oksitosin dan testosterone.

Sirkuit-sirkuit otak perempuan yang diaktifkan saat jatuh cinta sama dengan area-area otak seorang pecandu narkoba yang sedang parah-parahnya ingin suntikan berikutnya. Amigdala (sistem siaga-takut) dan anterior cinguli cortex (sistem khawatir dan berfikir kritis) perempuan dimatikan ketika sirkuit cintanya aktif.

Mirip orang minum ekstasi, ketika kewaspadaan (yang normalnya dimiliki perempuan terhadap orang tak dikenal) dimatikan ketika sirkuit cinta diaktifkan. Jadi, sebenarnya, jatuh cinta dengan asmara menggebu dan membara pada dasarnya adalah mabuk ekstasi yang alami. Nggak pake nenggak pil apapun.

Berbagai gejala klasik awal perempuan jatuh cinta juga sama dengan efek awal narkoba macam amfetamin, kokain, dan candu spt heroin, morfin dan oxycontin. Obat-obat tersebut memicu sirkuit reward (pahala) di otak yang menimbulkan pelepasan dan efek kimiawi yang sama dengan efek otak perempuan jatuh cinta menggebu.

Anggapan perempuan bisa ketagihan cinta ada benarnya. Para kekasih, khususnya 6 bulan pertama, mendamba kegembiraan meluap-luap dari kebersamaan. Jatuh cinta pada 6 bulan pertama pada perempuan juga memunculkan rasa bergantung yang kuat ke pasangannya.

Riset-riset pada otak perempuan dengan cinta membara memperlihatkan bahwa keadaan otak seperti ini rata-rata berlangsung selama 6-8 bulan pertama. Mabuk cinta begitu kuatnya sehingga kepentingan, kebahagiaan dan daya hidup orang yang dicintai itu jadi sama pentingnya bahkan melebihi diri sendiri.

Dalam fase awal cinta ini, perempuan bisa dengan gigih menghafal setiap detail kekasihnya. Mereka berjuang mengadapi perpisahan setelah pertemuan. Rasa tersiksa saat perpisahan fisik pada orang jatuh cinta bukan sekedar fantasi. Ini adalah rasa sakit akibat berkurangnya neurotransmiter.

Sebagian perempuan bahkan tak menyadari betapa terikatnya atau betapa cintanya sampai-sampai mereka merasakan sentakan saat pasangannya tidak ada. Kita terbiasa menganggap kerinduan ini bersifat psikologis, tapi sebenarnya hal ini bersifat fisik. Seperti kondisi otak kekurangan narkoba.

Selama perpisahan, pada perempuan yang sedang dimabuk cinta, motivasi untuk bersatu lagi dengan pasangannya bisa mencapai puncaknya di otak. Begitu bertemu kembali, semua komponen rasa sakit dalam ikatan cinta itu dapat dipulihkan oleh membanjirnya dopamin dan oksitosin. Aktivitas pasangan seperti membelai, mencium, menatap dan memeluk bisa membangkitkan ikatan kimia cinta dan kepercayaan di otak perempuan.

Para ibu sering memperingatkan putri-putri mereka untik tidak terlalu cepat dekat dengan pacar baru. Nasihat ini lebih bijak daripada yang kita sadari. Tindakan mendekap atau berpelukan melepaskan oksitosin di otak perempuan, menimbulkan kecenderungan percaya orang yang memeluknya.

Tindakan ini juga memperbesar peluang bahwa seorang perempuan akan mempercayai segala sesuatu yang dikatakan oleh orang yang memeluknya. Bahkan seorang perempuan bisa lebih percaya pada seoarang yang baru beberapa saat dikenal ketimbang kepada orang tuanya. Akibat pelukan!

Dari sebuah riset mengenai pelukan, oksitosin secara alami dikeluarkan di otak perempuan setelah pelukan berlangsung selama 20 detik. Oksitosin menguatkan ikatan antara orang-orang yang berpelukan itu memicu sejumlah sirkuit kepercayaan di otak perempuan.

Jadi, wahai para perempuan, jangan biarkan seorang laki-laki memelukmu, kecuali kamu memang sudah punya rencana untuk mempercayainya. Sentuhan, tatapan, berciuman dan orgasme seksual juga melepaskan oksitosin dalam otak perempuan. Estrogen dan progesteron juga memunculkan efek ikatan ini di dalam otak perempuan dengan jalan meningkatkan oksitosin dan dopamin.

Kesiapan seorang perempuan untuk jatuh cinta yang kemudian membentuk keterikatan emosi, dapat dipengaruhi oleh variasi sirkuit otak. Pengalaman tentang pengasuh diawal kehidupan perempuan membentuk macam-macam sirkuit rasa aman di otak. Ini salah satu penyebab variasi.

Variasi-variasi sirkuit di otak perempuan ini disebabkan oleh faktor genetik, pengalaman dan keadaan hormon di otak. Rasa aman yang timbul pada saat perempuan jatuh cinta juga dipengaruhi pengalaman lain yang membangkitkan sirkuit-sirkuit rasa aman di otak.

Tanpa ada pengalaman rasa aman pengasuhan di awal kehidupan, hanya sedikit, bahkan tidak ada pembentukan sirkuit rasa aman di otak perempuan. Absennya sirkuit aman di otak perempuan, akan menimbulkan rasa curiga yang berlebihan kepada pasangan, posesif habis deh!

Lantas, bisakah seorang perempuan mengalami jatuh cinta yang berjuta rasanya ini berulang-ulang dalam hidupnya? Tentu saja bisa! Perempuan masih bisa jatuh cinta berulang-ulang untuk jangka pendek, tapi keterikatan emosi jangka panjang mungkin lebih sulit dicapai dan dipertahankan.

Nah gitu kira-kira yang terjadi pada otak perempuan yang jatuh cinta, lain kali kita ganti ngrasani laki-laki yang jadi aneh karena jatuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar