Jumat, 22 Agustus 2014

Masuk Surga

Orang Sunni berpendapat, jika kita masuk surga, itu bukan karena amal shaleh kita tapi karena rahmat-karunia Allah. Orang Mu'tazilah berpendapat, orang yang beramal shaleh wajib masuk surga, karena itu sudah janji Allah dalam Qur'an. Rasulullah pun berkata bahwa dirinya masuk surga karena rahmat-karunia Allah. Nabi lebih mengunggulkan rahmat-Nya daripada amalnya.

Bagi Imam al-asy'ari, bisa saja Allah memasukkan orang baik ke neraka dan orang jahat ke surga. Surga-neraka adalah prerogatif Allah. Kata Mu'tazilah, tak mungkin Allah mengingkari janjinya dengan memasukkan orang baik ke dalam neraka. Mu'tazilah bersandar pada ayat, "inna Allah la yukhliful mi'ad" (sesungguhnya Allah tak akan menyalahi janji-Nya). Dalam soal masuk surga, jika Mu'tazilah mengandalkan amal ibadah, maka orang Sunni mengandalkan rahmat Allah.

Mengenai surga dan neraka ramai dipercakapkan para ulama Kalam silam yang rupanya berlanjut sampai sekarang. Menarik kalau kita simak debat antara Imam Al-Asy'ari dan ulama Mu'tazilah tentang anak yang mati ketika bayi, apakah masuk surga?

Al-Subki dalam kitab Thabaqat al Syafi’iyah al Kubro mengisahkan perdebatan al-Asyari dengan Abu Ali al Jubba’i, gurunya. Suatu ketika al-Asy’ari berdialog dengan al-Jubba’i:

Al-Asy’ari, ”Bagaimana pendapat anda tentang nasib tiga orang yang meninggal dunia, satunya orang mukmin, satunya orang kafir dan yang satunya lagi anak kecil?”

A-Jubba’i,”Orang mukmin akan memperoleh derajat yang tinggi, orang kafir akan celaka dan anak kecil akan selamat.”

Al-Asy’ari,” Mungkinkah anak tersebut minta derajat yang tinggi kepada Allah ?”

A-Jubba’i, Oh, tidak mungkin, karena Allah akan berkata kepada anak itu, ”Orang mukmin itu akan memperoleh derajat yang tinggi kerana amalnya, sedangkan kamu belum sempat beramal. Jadi kamu tidak bisa memperoleh derajat itu.”

Al-Asy’ari, ”Bagaimana kalau anak kecil itu menggugat kepada Allah dengan berkata,” Tuhan, demikian itu bukan salah saya. Andaikan Engkau memberiku umur panjang, tentu saya akan beramal seperti orang mukmin itu.”

A-Jubba’i, Oh, tidak bisa, Allah akan menjawab,” Oh, bukan begitu, justru Aku telah mengetahui, bahwa apabila kamu diberikan umur panjang, maka kamu akan durhaka, sehingga nantinya kamu akan disiksa. Oleh karena itu, demi menjaga masa depanmu, Aku matikan kamu sewaktu mash kecil, sebelum kamu menginjak usia taklif.”

Al-Asy’ari, ” Bagaimana seandainya orang kafir itu menggugat kepada Allah dengan berkata,” Tuhan, Engkau telah mengetahui masa depan anak kecil itu dan juga masa depan saya. Tetapi mengapa Engkau tidak memperhatikan masa depan saya, dengan mematikan saya sewaktu masih kecil dulu, sehingga saya tergolong orang yang selamat seperti anak kecil itu, dan mengapa Engkau biarkan saya hidup hingga dewasa sehingga saya menjadi orang kafir dan akhirnya saya disiksa seperti sekarang ini ?”

Mendengar pertanyaan al-Asy’ari, al-Jubba’i menghadapi jalan buntu dan tidak mampu memberikan jawaban.

A-Jubba’i hanya berkata:” Kamu hanya bermaksud merusak keyakinan yang telah ada,”



Al-Asy’ari, Saya tidak bermaksud merusak keyakinan yang selama ini Anda yakini. Akan tetapi, Guru tidak mampu menjawab pertanyaan saya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar