Jumat, 22 Agustus 2014

Kehidupan Dunia Sebagai Transit Menuju Akhirat

"Dia yang jadikan bumi tunduk padamu, maka jelajahi segala penjurunya, dan makanlah dari rizkiNya. Lalu kepadaNya kau kembali” - (QS 67:15).

Kecuali jika hubngan dengan Tuhan terus diplihara, " ... kehidupan dunia tak lain adalah kesenangan yang singkat dan mengelabui" - (QS 57:20).

Maka, terus berbuat-baiklah. Lalu ... "sempurnakan kebaikanmu karena sungguh Allah suka orang yang sempurnakan kebaikannya" - (QS 2:195).

"Dunia,"kata Nabi, "adalah ladang bagi akhirat", maka mari tanam kebaikan kepada manusia agar kelak kita panen kebaikan dari Allah. Karena ... “Tidak ada balasan untuk kebaikan yang sempurna kecuali kebaikan yang sempurna pula” - (QS 55:60).

Jadikan pemberian Allah sebagai modal kita dalam menyelenggarakan usaha menanam kebaikan di dunia ini demi panen di akhirat nanti: "Dan carilah akhirat dengan apa-apa yang telah diberikan Allah kepadamu ... dan sempurnakan kebaikanmu seperti Allah telah smpurnakan kebaikanNya kepadamu ...” - (QS 28:77).

"Sungguh kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang singkat, dan sungguh akhirat itulah tempat kediaman yang kekal" (QS 40:39). Maknanya? Kehidupan dunia terikat waktu serial (zaman): berawal dan berakhir. Tak demikian halnya dengan akhirat yang ruhani. Ia tak terikat waktu (sarmada).

Maka kehidupan dunia terpapar pancaroba, kebahagiaannya tak kekal. Kebahagiaan di akhirat tak kenal perubahan, bebas ketakbahagiaan. Menuruti dunia, mengurusi badan semata hanya mencegah dan menunda kebebasan kita dari pancaroba dan masuknya ke negeri kebahagiaan abadi.

Maka al-Quran menyebut dosa sebagai kezaliman terhadap diri sendiri, karena terus memasung bahkan saat manusia sudah di Barzakh & Kebangkitan. Samsara!

Mari terus kita basuh jiwa dengan kebaikan-kebaikan kemanusiaan, hingga ia mencapai derajat tertinggi ketenangan (muthmainnah). Jiwa yang, seperti kata Qatadah, tenang dalam pengenalan terhadap asma dan sifat-sifatnya, yakin dan berharap pada hidup setelah mati, barzakh dan kiamat, pun ridha terhadap takdirNya.

Jiwa yang oleh Sang Rabb, Tuhan-Pencinta, diseru untuk mudik kepadaNya, dengan penuh kerehatan, sebagai hamba-kekasihNya, masuk ke surgaNya - (QS 89:27-30).



Maka, "... berbekallah, dan sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS 2:197). Yakni, kesadaran keilahian yang melahirkan akhlak mulia dan amal saleh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar