Selasa, 07 Oktober 2014

Be A Driver, Don’t Be A Passenger!


Jika kita berkunjung ke danau Maninjau, salah satu rute paling indah adalah Kelok Ampek Puluah Ampek. Selain paling indah, juga yang paling sulit bagi para pengemudi dan berbahaya bagi para penumpang.Tapi dari rute ini kita bisa belajar mengenai perubahan.

Banyak perusahaan yang jatuh karena tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. CEO sebagai driver harus jeli mengemudikan perusahaannya agar sampai ke tujuan atau visi. Sebut saja Garuda Indonesia, maskapai plat merah ini sempat beberapa kali jatuh bangun, bahkan pernah dilarang terbang ke Eropa.

Berbagai sistem kemudian dirombak, pelayanan pada pelanggan ditingkatkan dan daya saing perusahaan digeber. Adalah tangan Emirsyah Satar (55), pria asli Minangkabau yang menjadi good driver di perusahaan ini. Hari ini Garuda Indonesia telah diakui dunia dan bergabung bersama Skyteam, salah satu aliansi penerbangan terbaik dan banyak prestasi lainnya.

Tentu banyak hambatan selama proses transformasi. Mulai dari jalanan terjal dan berliku, lubang yang menganga bahkan umpatan dari penumpang sendiri. Butuh kejelian dalam menjalaninya.Sama seperti melintasi Kelok Ampek Puluah Ampek. Perubahan di Garuda Indonesia, saya ibaratkan sebuah mobil yang melintas di jalanan ini.

Self-driving

Setiap manusia dianugerahkan kendaraan oleh Tuhan yaitu dirinya sendiri (self). Kita sendiri pulalah yang menentukan seperti apa kendaraan itu serta kemana arahnya (self-driving). Ini adalah sikap mental yang membedakan apakah orang itu paham betul falsafah ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,’ dengan mereka yang tidak.

Emirsyah Satar adalah salah satu contohnya, seorang good driver yang memiliki daya dobrak. Bukan berarti tanpa hambatan, Emir pernah didemo oleh karyawannya sendiri namun justru berakhir manis ketika visi untuk bangkit itu disampaikan dari hati ke hati. Semua pihak justru ingin ikut terlibat dalam pesta perubahan.

Sebulan belakangan tak henti-hentinya saya menyampaikan tentang self-driving ke berbagai penjuru Nusantara. Baik di depan para eksekutif, pendidik, anak muda dan juga para orangtua. Ini adalah pemahaman yang diaplikasikan untuk mengasah inisiatif, kreativitas dan daya dobrak seseorang.

Kita diberi kemampuan untuk memecahkan masalah yang tanpa kita sadari jarang sekali kita gunakan. Zona nyaman dan keteraturan membuat kita seperti burung dara yang dijahit sayapnya; tak bisa terbang tinggi. Saya menyebutnya sebagai passengers. Hanya duduk tanpa mempedulikan risiko, boleh tertidur dan tidak harus tahu jalan. Standar yang dimiliki rendah sementara potensi kita adalah membelah langit bak seekor rajawali.

Anak-anak jangan dikekang

Saya dekat dengan dua pemuda asli Minangkabau, keduanya adalah mahasiswa saya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI). Mereka adalah Jombang Santani Khairen (@JS_Khairen) dan Muhammad Alfatih Timur (@AlfatihTimur).

Akademik mereka cukup baik dan setelah lulus, mereka berdiskusi dengan saya menanyakan baiknya kerja di bidang dan perusahaan apa. Di tengah diskusi saya kaget, ternyata mereka memiliki kombinasi bakat, skil manajerial dan jiwa sosial yang bisa tenggelam apabila tidak disalurkan di tempat yang benar.

Alfatih misalnya, hari ini dia dan sahabat-sahabatnya berhasil mengembangkan sebuah situs social crowdfunding terbesar di Indonesia, kitabisa.co.id. Situs ini bisa adalah wadah untuk menghubungkan kebaikan bagi mereka yang ingin menyumbangkan waktu, mater, tenaga serta pikiran.

Tak seperti rekan-rekannya sesama kuliah yang memilih jalan populis untuk bekerja di perusahaan besar, Timmy, begitu saya memanggilnya, justru berkecimpung di dunia sosial. Hasil kerja kerasnya, diapresiasi tidak hanya di dalam negeri bahkan juga di luar negeri. Beberapa waktu lalu ia berhasil memenangkan sebuah kompetisi di Singapura. Penghujung tahun ini, Timmy akan bertolak ke Amerika Serikat untuk mempresentasikan buah karyanya.

Kemudian Jombang, anak ini memiliki panca indera yang tajam. Ia mampu melihat hal-hal yang tidak terlalu diperhatikan orang lain. Kreativitas yang ia miliki telah membawa namanya bergabung bersama deretan penulis handal Indonesia. Dalam kurun waktu 5 bulan, Jombang telah menerbitkan 2 novel lewat penerbit Gramedia. Novelnya pun dibaca dan diberi komentar oleh orang-orang hebat seperti Jokowi, Jusuf Kalla, Anies Baswedan, Dian Sastro, Riri Riza dan sederetan nama lainnya.

Mereka memiliki daya dobrak dan mental good driver. Di awal-awal, sering kali saya mendengar curhatan mereka bahwa orangtua tidak terlalu sepakat dengan jalan yang kini mereka tempuh. Namun hari ini, orangtua mereka selayaknya berbangga. Mereka berhasil keluar dari perangkap passenger.

Mari kita renungkan, apakah kita sudah mendidik anak-anak kita menjadi good driver? Kita bermimpi mereka bisa menjadi pemimpin hebat, namun ini akan sulit jika semenjak kecil sudah kita kekang dengan kata ‘tidak boleh’ dan ‘jangan.’ Kita takut anak kita mencoba hal-hal baru.

Cobalah lihat mereka yang juara di kelas kebanyakan adalah anak yang penurut dan lancar menyalin isi buku ke kertas.Tanpa disadari kita telah membentuk mereka berdasarkan keinginan kita, bukan berdasarkan potensi mereka.

Jadilah ketika lulus dari universitas, mereka hanya menjadi sarjana kertas, hanya pandai memindahkan isi buku ke kertas. Ilmu mereka tidak pindah ke seluruh tubuh dan hanya tersimpan di otak. Tidak tangkas dan sering kebingungan ketika menghadapi tantangan nyata di dunia kerja.

Anak-anak hari ini, hidup dengan suplai gizi, fasilitas serta akses pendidikan yang lebih baik. Creative dan critical thinking mereka dibentuk setiap waktu dari segala arah. Sungguh tidak bijak jika membiarkan para calon pemimpin ini terjebak dalam perangkap passenger.Sudah saatnya kita membuka mata dan memberikan kesempatan yang lebih luas tanpa memerangkap mereka.

Dari kecil mereka kita bedong, kita papah, dan kita tuntun. Jadilah mereka generasi yang ikut-ikut saja kata orangtua dan guru seperti burung dara yang dijahit sayapnya. Sekarang saatnya biarkan mereka menjadi rajawali. Be a driver, don’t be a passenger!

RHENALD KASALI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar