Kamis, 24 Oktober 2013

Strategi Survey Pesanan


Survey ditujukan untuk ketahui keadaan fisik, sosial, atau kombinasi terhadap obyek dan tujuan tertentu dengan berbagai metode survey.

Survey terkait masalah sosial umumnya menggunakan metodologi survey statistik ilmiah yang sudah baku digunakan.

Survey sosial rawan "diarahkan" karena bisa termasuk dalam kategori statistik non parametrik sehingga metodologi sangat penting.

Dalam melakukan survey sosial/ politik ada 3 hal yang potensial terjadi bias yaitu : 1) sampling, 2) kuisioner, dan 3)pengolahan data.

Jika ada pihak yang mau mengarahkan hasil survey maka pada rancangan penelitian bisa dilakukan dalam 3 hal tersebut, atau kombinasi.

Sebenarnya metode untuk sampling, pembuatan kuisioner, dan pengolahan data secara ilmiah ada tapi masih ada ruang untuk mengarahkan.

Sampling adalah pengambilan data terhadap individu terpilih (banyak metode) dari populasi. Jika sampling salah - kesimpulan salah.

Hasil sampling disebut sample. Sample sangat tergantung pada populasi. Populasi yang homogen sampling dilakukan secara random.

Sampling terhadap populasi yang tidak homogen umumnya dilakukan dengan cara stratified sampling, yaitu sampling terhadap kelompok populasi yang seragam.

Populasi survey sosial/ opini/ politik di Indonesia dapat dipastikan tidak homogen karena berbagai variasi dalam penduduk Indonesia.

Variasi penduduk Indonesia disebabkan faktor pendidikan, pengetahuan, kultur, geografi, etnis, agama, partai, bahkan gender.

Kusioner atau pertanyaan sangat rawan dan bisa menyebabkan bias baik disengaja maupun tidak disengaja karena dirancang oleh surveyor.

Isi pertanyaan, rentang pilihan jawaban, letak/ posisi pertanyaan pada kuisioner sangat menentukan pilihan sample yang mengisi kuisioner.

Jika survey pesanan, hal-hal yang bisa dilakukan berupa merancang isi pertanyaan agar tidak jauh pada pilihan yang diinginkan "pemesan."

Rentang pilihan jawaban atas pertanyaan juga demikian, bisa dibatasi sehingga apapun pilihan sample masih dalam koridor yang diinginkan.

Rentang pilihan jawaban ini juga bisa dirancang sesuai kultur sample. Jika memang subyektif, bentuk pertanyaan bisa berbeda pada tempat berbeda.

Agar sesuai kultur bentuk pertanyaan untuk sampling di Solo/Jogya bisa berbeda dengan sample di Medan/ Makasar karena kultur berbeda.

Karena kultur yang berbeda dan bentuk pertanyaan yang tidak sesuai kultur bisa menyebabkan bias, sebaliknya bisa untuk mengarahkan.

Kultur yang suka adem ayem, kultur elegan, dan kultur yang suka kontraversial bisa pilih jawaban yang beda padahal maksudnya sama.

Bahkan peletakan alterantif posisi jawabanpun sangat menentukan pilihan sample terhadap pertanyaan yang diajukan.

Bagi sample yang tingkat pengetahuannya kurang atau tidak serius cenderung memilih alternatif jawaban yang posisinya di tengah.

Demikian juga terhadap masyarakat yang kulturnya adem ayem juga cenderung memilih posisi jawaban di tengah atau moderat dan sebaliknya.

Bias pada saat pengolahan data tergantung pada integritas pelaksanaan saat melakukan pengolahan data (keaslian data dan kesimpulan).

Jika terjadi kesalahan sampling dan kuisioner maka apapun data yang diolah dipastikan kesimpulannya tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

Marjin error yang sering dijadikan sebagai "bukti ilmiah" survey hanya menggambarkan variasi dalam pengolahan data tidak yang lain.

Jumlah sample dan metode sampling juga belum tentu menggambarkan kebenaran sampling tanpa uraian gambaran populasi.

Kesimpulan pendapat/opini juga belum tentu menggambarkan apa yang sebenarnya tanpa mengetahui seluruh pertanyaan yang dibuat.

Survey terhadap suka atau tidak suka pada suatu kebijakan atau tokoh juga sangat tergantung pada kopndisi masyarakat atau alam.

Pada saat banjir di Jakarta misalnya, jika dilakukan survey maka dipastikan hasilnya akan mencela kebijakan terkait dengan banjir.

Saat panen padi dengan hasil yang baik, jika dilakukan survey di daerah demikian maka dapat dipastikan akan memuji kebijakan pertanian.

Survey politik juga demikian, sangat labil terhadap kondisi alam dan pemberitaan media yang membentuk opini publik.

Atas uraian tersebut, kita jangan heran jika ada hasil survey yang hasilnya berbeda dengan obyek dan waktu yang sama.

Pada dasarnya, jika semua persaratan ilmiah survey dipenuhi maka tdk akan terjadi perbedaan hasil survey, karena dasarnya hanya ambil data.

Perbedaan dari kenyataan bisa krn disengaja (sampling dan kuisioner diarahkan) atau tidak disengaja (murni kesalahan metodologi).

Hasil survey yang direkayasa umumnya digunakan untuk menggring opini dan sumber daya untuk mencapai tujuan-terutama di politik-dan sebaliknya.

Dengan hasil survey yang positip diharapkan suara mengambang ke yang dapat dukungan banyak dan penyumbang juga akan naikkan kontribusi.

Beda dengan survey terhadap hasil perhitungan suara, itu adalah perhitungan hasil berdasarkan samping. Jika sampling benar maka hasilnya tepat.

Hasil survey juga bisa diganakan untuk mengatur strategi pemenangan terhadap kelompok populasi dengan karakteristik tertentu.

Dengan makin banyaknya lembaga survey, diharapkan akan makin berkurang keberanian lakukan rekayasa terhadap hasil survey.

Saat membaca hasil survey, maka yang harus dikritisi adalah metode sampling, bentuk dan isi kuisioner serta metode pengolahan data.

Demikian tentang strategi lakukan survey berdasarkan pesanan dan peluang bias hasilnya. Pasti belum lengkap dan belum tentu benar.

Jadi sekarang saya mengerti mengapa hasil survey populasi sapi di Indonesia dinilai mencukupi, tapi daging sapi tetap saja mahal di pasar yang menandakan “supply” lebih kecil daripada “demand”. Tentu survey nya yang tidak benar atau diarahkan sesuai kepentingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar