Kamis, 24 Oktober 2013

Ekspansi Jepang Mengubah Sejarah


Banyak kejadian penting di dunia yang mengubah jalan sejarah. Salah satunya adalah ketika Jepang berperang melawan sekutu yang kemudian menginspirasi dan membangkitkan rasa percaya diri bangsa-bangsa di kawasan Asia untuk menjadi negara mardeka. Indonesia salah satu diantaranya. 

Apa sesungguhnya alasan Jepang memulai perang dan menguasai Asia? Kuncinya ada pada Pertempuran Tsushima dan Perjanjian Versailles 1919. Mari ikuti kisahnya.

Jepang selalu menganggap Russia sebagai ancaman paling serius, karena hanya Russia yang punya akses darat ke wilayah Pasifik. Di sisi lain, menurut Jepang Amerika bukan ancaman, karena di luar Hawaii - Amerika tidak dirasa bersifat imperialistik. Contoh: Filipina.

Amerika pernah berencana menjadikan Cuba dan Filipina sebagai negara bagian - tapi dibatalkan karena keduanya dominan Katolik. Di dalam Amerika, sentimen Anti-Katolik di masa sebelum abad 20 - sangat kuat dan orang Amerika sendiri cenderung sentris dalam negeri.

Setelah Jepang berhasil mengalahkan armada laut Russia di Selat Tsushima - maka rasa percaya diri Jepang menjadi sangat kuat. Faktor ini juga yang mendorong banyak orang Asia (termasuk Bung Karno) menjadi lebih percaya diri. Orang Eropa ternyata bisa kalah.

Jepang sendiri sedang bergerak menjadi negara industri. Negara ini cepat sekali bergerak menuju modernisasi setelah Restorasi Meiji. Dan kita tahu, orang Amerika (Komodor Perry) yang datang ke Jepang dan memaksa perubahan fundamental di Jepang - tanpa niat menduduki Jepang.

Dan Perang Russia-Jepang pada akhirnya berhenti dan perjanjian damai antara keduanya disponsori oleh Presiden Roosevelt dari Amerika. Pulau Shakalin jatuh ke tangan Jepang sebagai ganti rugi. Pulau ini dikuasai Jepang hingga berakhirnya PD II, saat Sakhalin direbut Soviet.

Melihat betapa jinaknya Amerika, lemahnya Russia dan tingginya percaya diri Jepang sebagai negara industri - Imperialisme cuma tunggu waktu. Jumlah penduduk Jepang pun meningkat tajam, sementara sumber daya alam relatif sangat terbatas. Maka Jepang harus berekspansi ke luar.

Tapi tentu saja mengalahkan Russia belum berarti bisa menduduki negara-negara Asia lain yang berada dalam kekuasaan Eropa (Inggris, Perancis). Maka sasaran Jepang untuk pemenuhan kebutuhan sumber daya dimulai lewat pendudukan Korea dan selanjutnya China yang relatif lemah. Jepang sudah pernah menang dalam pertempuran melawan China kira-kira 10 tahun sebelum Perang Jepang-Russia. China lemah di bawah Dinasti Ching.

Dinasti Ching adalah Dinasti di China yang didirikan oleh orang Manchuria setelah mereka berhasil menumbangkan Dinasti Ming di tahun 1600-an. Jadi Dinasti Ching sebenarnya pendudukan oleh kaum minoritas Manchu (cuma sekitar 5-7% total jumlah penduduk China). Mayoritas orang Han.

Kekalahan dalam perang melawan Jepang - membuat pergolakan di dalam negeri China - muncul gerakan nasionalis dan ditumbangkannya Dinasti Ching. Nasionalisme China dipelopori oleh Dr. Sun Yat Sen yang sempat lama belajar di Amerika dan menyerap semangat nasionalisme ala Amerika. Landasan Nasionalisme China: San Min Chu-i sebenarnya diinspirasikan oleh Prinsip Government By, For, To The People-nya Abraham Lincoln.

Kita sudah lihat di sini gabungan modernisasi Jepang, terbelakangnya negeri Asia lain, bisa kalahnya orang Eropa, dan Amerika yang tidak ambisius.

Pendudukan Jepang atas Asia masih relatif terbatas pada awalnya, karena bangsa Eropa juga masih bercokol di Asia. Hingga lalu pecah PD I. Dan kita tahu, PD I pecah setelah kekuatan Eropa berseteru setelah Austro-Hungary pecah pasca pewaris tahtanya dibunuh di Sarajevo.

Kita kembali lagi ke asal mula imperialisme Jepang. Saat PD I pecah - Jepang berpihak ke Sekutu. Tujuannya? Merampas koloni Jerman di Asia. Jerman sempat punya pengaruh juga di China terutama setelah Dinasti Ching terguling dan China dalam proses membentuk diri jadi negara.

Jepang menduduki Tsingtao di China yang sebelumnya merupakan klaim Jerman di Asia. Juga beberapa pulau kecil Pasifik. Tsingtao ini yang penting. Ini penting, karena setelah Restorasi Meiji - Jepang belajar militer pada orang Prussia (yang kemudian bergabung dalam Jerman). Ini berarti Jepang sudah bukan cuma bisa mengalahkan orang Russia - tetapi juga orang Jerman (yang bekas guru militer mereka).

Pendudukan Tsingtao (ejaan Piyin: Qingdao) oleh Jepang ini, yang lalu diikuti oleh pendudukan Jepang atas semenanjung Korea lalu Manchuria.

PD I memang berakhir dengan kekalahan Jerman dan Axis. Tetapi Eropa Barat pun mengalami pukulan secara ekonomi yang cukup serius dalam PD I ini. Trench Warfare yang terjadi antara Perancis dan Jerman makan korban sangat besar. Pihak Sekutu korban jiwa 39 Juta jiwa. Axis: 24 Juta.

PD I lalu ditutup dengan Perjanjian Versailles 1919. Perjanjian ini disponsori Presiden Amerika Woodrow Wilson. Ada poin penting di sini. Woodrow Wilson menyatakan: Eropa sudah waktunya berhenti membangun imperialisme, karena mereka sudah lemah. Biarkan Asia bebas.

Pernyataan Woodrow Wilson itu dianggap angin lalu oleh kekuatan-kekuatan Eropa - padahal yang disampaikan Wilson itu benar: Eropa sudah bonyok. Bonyok maksudnya kekuatan militer mereka terkuras di PD I, warga mereka banyak yang mati - tapi masih ngotot mau punya koloni jauh.

Perjanjian Versailles 1919 itu memang kental sekali nuansa balas dendam (terutama Perancis) yang ingin membangkrutkan Jerman. Dan memang Perancis menjadi negara imperialis besar Eropa yang masih ngotot mempertahankan jajahan mereka (Vietnam dan Aljazair) hingga 1960-an.

Dan salah satu konsekuensi dari Perjanjian Versailles 1919 adalah didirikannya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) untuk mencegah berulangnya PD. Secara prinsip LBB berhasil bangun pondasi berdirinya lembaga-lembaga internasional mengatasi masalah-masalah sosial antar negara (perbudakan, pengungsi).

Tetapi dalam masalah politik ternyata LBB kemudian tidak bergigi - setelah muncul insiden Mukden di Manchuria. Jepang menginvasi Manchuria. Jepang memiliki hak menempatkan tentara di Manchuria Selatan, tetapi kemudian Jepang mengklaim bahwa mereka diserang tentara China. Dengan dalih mengamankan posisinya dari sabotase "teroris China" - maka Jepang memperluas posisinya di Manchuria. Dinamakan Manchu Kuo.

Lebih dari itu, di tahun 1932 - Jepang menempatkan kembali Kaisar Ching - Pu Yi sebagai kaisar boneka. Biarpun Manchu Kuo tidak diakui umum. Padahal Pu Yi dan Dinasti Ching dinyatakan sudah runtuh sejak China mendeklarasikan Nasionalisme-nya di bawah Sun Yat Sen tahun 1910. Nah pemerintahan boneka Pu Yi ini yang kemudian membuat pecah perang terbuka antara Jepang dan China. Termasuk pemboman Shanghai 1932.

Itu sebabnya kenapa cerita ini berputar-putar dulu soal China dan Dinasti Ching - sebelum kembali lagi Jepang. Karena imperialisme Jepang dalam skala besar baru dimulai setelah pendudukan Manchuria dan pecahnya perang terbuka Jepang dan China.
Setelah Sun Yat Sen wafat 1925 karena kanker hati - kekuasaan politik di China terombang-ambing antara pusat dan kepemimpinan didaerah (warlords). Tidak stabil. 

CATATAN: China yang terpecah-pecah memang seperti penyakit kambuhan yang sudah berlangsung ribuan tahun - sejak dipersatukan Chin Shih Huang Ti.

Saat kekuasaan di pusat lemah - maka China gampang sekali terpecah. Pernah menjadi 3 negeri (Sam Kok) dan malah pernah juga jadi 60 negeri. Biasanya, saat kekuasaan pusat melemah - maka muncul warlords yang mendirikan kekuasaan lokal yang lalu saling bertikai satu sama lain.

Bagi yang pernah membaca novel Pearl S. Buck "Good Earth" (Bumi yang Subur) - akan dapat gambaran bagaimana keadaan saat para warlords berkuasa.

Di saat yang sama, Kekuatan Komunis China pun muncul. Keadaan jadi tambah runyam - banyak sekali kekuasaan yang merobek-robek China. Dan seperti biasa - sekali terjadi keadaan seperti begini - maka kekuatan asing pun akan ikut nebeng. Dalam hal ini Jepang via Pu Yi.

Pendudukan Jepang atas Manchuria (bersama dengan pendudukan Korea) menjadi asset utama Jepang dalam menggerakkan industri mereka. Sialnya, industri ini banyak terkonsentrasi ke arah militerisasi dan ekspansionis. Saat itu jumlah penduduk Jepang pun melonjak tajam.

Ekspansionisme Jepang inilah yang makin meluas setelah masuk Perang Dunia II yang pecah setelah Jerman menginvasi dan menduduki Polandia.

Perang di Eropa - telah menyedot perhatian dan sumber daya negara-negara Eropa, sehingga tidak mampu lagi menjaga koloni/jajahan mereka di Asia. Maka satu persatu koloni tersebut jatuh ke tangan Jepang. Dari Indochina (Prancis) sampai ke Nusantara (Belanda) dan Burma (Inggris).

Apa yang sudah pernah disebutkan oleh Woodrow Wilson ternyata benar. Eropa memang sudah dari awal tidak mampu lagi menjaga koloni-nya.

Dan Amerika saat itu sibuk membantu sekutu-nya di Eropa yang diduduki oleh Nazi Jerman. Secara teknik militer, Amerika belum ada apa-apanya. Konsentrasi Amerika ke arah Eropa - membuatnya lengah. Hingga terjadi blunder yang dilakukan oleh Jepang: membom Pearl Harbor Desember 1941.

Jepang berpikir bahwa Amerika yang lemah di angkatan laut - tidak akan punya kekuatan untuk menjangkau daratan Jepang yang terpisah jauh. Padahal di dalam Militer Jepang sendiri banyak yang tidak setuju invasi Pearl Harbor. Mengapa? Karena tahu persis potensi kekuatan Amerika.

Mereka bisa tahu, karena banyak di antara para perwira tersebut alumni sekolah Amerika. Semisal Isoroku Yamamoto yang lulusan Harvard. Isoroku Yamamoto terpaksa memimpin penyerangan Pearl Harbor - akibat tekanan para politisi Jepang - di antaranya Hideki Tojo.

Yamamoto sendiri menyatakan bahwa serangan ke Pearl Harbor seperti "membangunkan raksasa yang sedang tidur". Sangat berbahaya. Dan di kemudian hari kita ketahui - bahwa Isoroku Yamamoto memperkirakan Jepang hanya mampu unggul sekitar 6 bulan hingga 1 tahun.

Tapi politisi Jepang tidak mau mendengar pendapat Yamamoto. Jepang tidak cukup mencaplok China – tapi juga mengincar ex-koloni Eropa. Salah satu yang paling diincar tentunya adalah Malaka dan Hindia Belanda - sebagai sumber pasokan karet, timah, dan minyak yang sangat penting.

Berbeda dengan kolonial Eropa yang tertarik pada sumber alam perkebunan (teh, kopi, gula, kina, dll), Jepang lebih tertarik sumber alam industri. Dan ini cocok dengan gambaran cita-cita modernisasi Asia yang ada di benak para pimpinan ex-koloni Eropa yang ada di Asia. Termasuk Bung Karno.

Maka Jepang pun memainkan kartu Versailles 1919 - yaitu mendorong nasionalisme di tingkat ex-koloni Eropa - agar membantu Jepang. Di situ kita bisa melihat bodohnya kekuatan Eropa yang tidak peduli pada saran Woodrow Wilson. Maka bagian Asia pun ikut berontak.

Dalam kalkulasi Jepang, setelah melebarkan pengaruhnya di Asia - maka Jepang akan mengadakan gencatan senjata dan tawaran damai. Kalaupun ada wilayah yang harus dilepas - tidak apa -- toh Jepang sudah melebarkan pengaruh dari Sakhalin ke Burma, Australia, Pasifik. Didiskon 50% pun - wilayah itu masih akan sangat luas dan sangat penting potensi ekonominya. Jepang tetap akan jadi superpower regional.

Tetapi seperti yang saya bilang: sejarah berjalan paralel. Setelah sukses menjarah Eropa - Hitler melakukan blunder - menginvasi Soviet. Operasi Barbarossa yang dilancarkan Hitler - menikam Soviet dari belakang. Kenapa? Karena mereka punya perjanjian rahasia tidak saling menyerang.

Jerman mengalami korban 250 ribu orang tewas dalam Operasi Barbarossa yang gagal itu. Sebagian besar mati bukan karena peluru, tapi badai salju. Semua gara-gara Hitler keras kepala dan tidak mau mendengar.

Hitler terbuai oleh serangan kilat 1939 atas Polandia. Cuma 6 minggu kelar. Dipikirnya bisa menaklukkan Soviet dalam waktu singkat. Itu sebabnya tentara Jerman tidak diperlengkapi dengan cukup untuk menghadapi perang dalam musim dingin. Karena dikira akan segera selesai.

Akibat kekalahan Hitler di front Timur itu - maka Soviet merangsek maju mengisi ruang kosong yang ditinggalkan mundur. Sekutu di atas angin. Akibatnya, Amerika yang sebelumnya menaruh perhatian ke Perang Atlantik, bisa mengendurkan perhatian dan beralih ke Perang Pasifik.

Di sini apes-nya Jepang. Serangan Pearl Harbor dianggap sangat serius. Mendorong industrialisasi militer Amerika dengan kecepatan sangat tinggi. Akselerasi Amerika di bidang teknologi industri militer juga sangat cepat. Contoh pada pesawat tempur.

Pesawat Zero yang dibikin Jepang - sangat unggul dalam kemampuan manuver. Pesawat Amerika tidak ada yang mampu mengimbangi manuvernya. Sempat 2 tahun berjaya di udara, sebelum Amerika mampu membuat pesawat tempur tandingan. Sebelum itu Amerika andalkan konfigurasi terbang.

Sementara di sisi Jepang, setelah pesawat Zero yang sukses - tidak ada desain baru yang signifikan dan unggul. Strategi berubah ke Kamikaze. Sialnya, Amerika dalam waktu singkat berhasil membuat pesawat yang manuvernya lebih bagus dan jarak tempuh lebih jauh. Kamikaze-pun tidak efektif.

Banyak pesawat Zero yang ditugaskan untuk operasi bunuh diri Kamikaze - berhasil ditembak jatuh dari jauh oleh pesawat seperti F4U & F6F. Kamikaze jadi kurang efektif ketika pesawat Amerika bisa berpatroli dari jarak lebih jauh dan menembak jatuh Zero.

Begitu dominasi Jepang di udara runtuh karena kurangnya inovasi - maka Jepang terpaksa jadi bertahan - terlebih setelah misi Doolittle.

Di perang kapal, strategi lompat kodok - yang dilakukan oleh Admiral Chester William Nimitz sukses meredam kekuatan kapal perang Jepang. Strategi tersebut dilakukan dengan mengecoh Jepang pada pulau-pulau yang dijaga ketat. Yang sepi justru dijadikan basis makin mendekat ke Jepang.

Karena Jepang terlalu ekspansif - maka ketika serangan Amerika mulai mendekati Jepang - terpaksa pasukan dipanggil pulang ke pusat. Dan ketika semakin mendekat - maka jumlah pulau yang tersisa makin sedikit - pasukan Jepang makin terkonsentrasi dan punya niat ber-jibaku.

Maka kita melihat, semakin mendekati daratan Jepang - ongkos kematian makin meningkat di pihak Amerika. Repot nih. Gimana menghadapinya? Tentara Jepang yang ditempatkan pada pulau-pulau terdekat juga semakin nekad, karena mereka diindoktrinasi: kalau menyerah pasti akan dibunuh Amerika.

Pada pertempuran Okinawa, 48% tentara Amerika alami stress berat. Di pertempuran Iwo Jima tentara Amerika yang tewas 10% - cidera 20%. Dalam kalkulasi Amerika: kalau sampai harus mendarat di Jepang daratan untuk memaksa menyerah - korban bisa mencapai 1 Juta orang.

Atas hal itu, maka ketika proyek Bom Atom Amerika tuntas 16 Juli 1945 (bom Trinity di New Mexico) - target jadi jelas: Jepang. Sesudah fire bombing Tokyo Juli 1945 gagal membuat Jepang menyerah (padahal korban sudah 200 ribu org) - maka harapan cuma pada bom atom.

CATATAN: jumlah korban bom atom masih lebih sedikit daripada korban pemboman atas Tokyo Juli 1945.

Maka diputuskan menjatuhkan bom atom di Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945. Gilanya, sesudah bom itu Jepang masih belum juga menyerah. Maka selanjutnya dijatuhkan bom atom ke dua, tanggal 9 Agustus 1945 di Nagasaki. Dan sesudah itupun Jepang belum memberi tanda-tanda menyerah.

Baru pada tanggal 15 Agustus 1945 - Jepang mengumumkan menyerah tanpa syarat. Ini sangat melegakan bagi Amerika karena dua hal. Pertama: Jepang tidak tahu bahwa Amerika tidak punya bom atom lagi. Kedua: Operasi pendaratan di daratan Jepang bisa dibatalkan. Memang bom atomnya Amerika setelah Trinity cuman ada dua. Kalau harus bikin lagi perlu waktu berbulan-bulan baru bisa selesai.

Disamping karena kekuatiran Amerika masih punya bom nuklir, Jepang menyerah dengan harapan Amerika menjaga agar Soviet tidak mencaplok wilayah-wilayah Jepang di utara, setelah Sakhalin direbut Soviet.

Rencana operasi pendaratan di bulan September-Desember 1945 - diperkirakan bisa makan korban sangat besar di kedua pihak. Jutaan orang. Karena penduduk sipil Jepang juga sudah disiapkan untuk menyerang tentara Amerika kalau dilakukan pendaratan di daratan Jepang.

Jadi, kalau kita melihat PD II, harus dalam konteks sejarah waktu itu. Bahwa keputusan membom atom Jepang adalah keputusan strategis. Memang korbannya akan banyak - tapi mau gimana lagi? Tokyo dibom dengan korban 200 ribu orang saja Jepang masih tidak mau menyerah. Saat gelombang pemboman Tokyo Juli 1945- rumah-rumah Jepang yang terbuat dari kayu banyak terbakar. Bau kayu terbakar bisa sampai tercium pilot Amerika.

Dan reaksi di Asia lebih tajam lagi. Karena Jepang terkenal sangat kejam terhadap penduduk China semisal di pendudukan Korea dan Nanking. Dalam "Rape of Nanking" - sekitar 260 ribu orang China dibantai. Pakai bom? Tidak. Pakai samurai. Itu sebab kebencian terhadap Jepang kuat di situ.

Ada argumentasi: setiap bulan Jepang berkuasa lebih lama di Asia - korban orang Asia dan Amerika yang terbunuh lebih besar daripada bom atom. Maka kita harus melihat kompleksitas perang - dalam perspektif di masa peristiwa itu berlangsung dan peristiwa yang berjalan paralel.

Kira-kira seperti itu kisah tentang ekspansi Jepang hingga Perang Dunia II berakhir. Dan kita tahu 2 hari setelah Jepang menyerah : Proklamasi Kemerdejaan RI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar