Kamis, 24 Oktober 2013

Revolusi dan Sejarah Pajak di Perancis


Revolusi Perancis terjadi saat yang kaya tidak mau bayar pajak dan yang miskin tidak sanggup bayar pajak. Siapa menanggung siapa.
Para bangsawan dan pemuka agama dapat fasilitas pembebasan pajak. Padahal Perancis saat itu mendekati bangkrut dengan utang 2 Milyar Livre. Maka ditunjuklah Jacques Necker menjadi Dirjen Keuangan Negara. Karena dia Protestan dan orang Swiss - maka tidak bisa menjadi Menkeu.
Necker menyadari bahwa pungutan pajak tidak bisa dinaikkan lagi sehingga ia mengusulkan agar bangsawan dan pemuka agama mau bayar pajak. Orang-orang di sekeliling Raja Louis XVI keberatan. Gereja pun tidak mau. Akhirnya Necker dipecat dan diganti oleh de Callonne sebagai Menkeu.
de Callonne sarankan pemotongan anggaran belanja dan pembebasan perdagangan. Usulan ini juga ditolak. de Callone mengulang usul Necker. Senasib dengan Necker. Dipecat. deCallonne juga diasingkan. Ia lari ke Inggris. Nama deCallone dicemarkan. Disebut Monsieur Déficit.
Akibatnya, beban utang Perancis yang raksasa ditanggung oleh kelas menengah. Semakin berat, hingga kelas menengah pun berkurang dan habis. Yang tersisa cuma kelas miskin, bangsawan dan pemuka agama. Gereja sebagai pemilik tanah terluas malah ikut menambahi beban pajak tanah.
Ditambah dengan kegagalan panen. Harga roti meroket tajam. Terjadi kekurangan makan dan wabah kelaparan. Ini tidak dialami oleh bangsawan. Karena bangsawan dan gereja memiliki tanah dan hasilnya. Yang tidak punya tanah harus membeli hasil bumi dengan harga yang makin tinggi.
Orang miskin yang lapar dan kurang gizi memicu penjarahan tempat tukang roti dan gudang-gudang hasil bumi. Militer dikerahkan memadamkan hal ini. Tetapi prajurit Perancis kebanyakan dari rakyat biasa. Para Jenderal dari kaum bangsawan. Garis komando pun terputus, tentara jadi liar.
Dengan bantuan pemberontakan prajurit pula, akhirnya Revolusi Perancis berkobar ditandai dengan penyerbuan Penjara Bastille sebagai symbol. Dan gereja pun tidak mampu menyelamatkan diri. Ikut dijarah. Kaum revolusioner mengambil alih kepemimpinan dan memenjarakan Louis XVI. Setahun kemudian Louis XVI dihukum pancung Guillotine, alat hukum mati yang didesain Dr. Joseph Guillotine.
Di Bastille sebenarnya tidak ada siapa-siapa. Cuma ada 7 napi dan dijaga oleh 82 tentara. Tapi diserbu karena disebut-sebut sebagai tempat penimbunan senjata. Tidak banyak senjata di Bastille dan tempat itu dijaga para invalides (tentara yang tidak lagi berdinas aktif) - tetapi Bastille menjadi symbol. Dari penyerbuan Bastille muncul peralihan kekuasaan di Perancis dengan berdirinya Majelis Nasional di tahun 1789. Ada tradisi baru muncul.
Saat sidang elemen-elemen progresif duduk di sebelah kiri. Elemen-elemen konservatif duduk di sebelah kanan. Ini awal politik kiri vs. kanan. Unsur Revolusioner ini pula yang membuat Perancis jadi sekular. Puncaknya: Penyerbuan Katedral Notre Dame dan penghancuran simbol agama. Nama Notre Dame ("Ibu Kita") diganti menjadi Dewi Akal (Reason) di 1793. Gereja dikosongkan dan banyak paderi lari karena terancam dibunuh.
Majelis Nasional kemudian melahirkan Deklarasi Hak Manusia dan Warga (Déclaration des droits de l'Homme et du Citoyen) ini hal unik. Karena Deklarasi ini intinya diambil dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika, yang berhasil berkat intervensi Perancis 13 tahun sebelumnya. Padahal karena membantu Amerika ini pula (melawan Inggris) - akhirnya Kerajaan Perancis dibebani utang besar yang mencetus Revolusi.
Eh kenapa ceritanya jadi sampai sini ya? Padahal tadinya cuma mau bicara soal Pajak dan ketidak adilan sebagai pencetus Revolusi Perancis. Sekian dulu tulisan tentang Pajak dan Revolusi Perancis ini. Jadi, pesan terakhir: "orang bijak taat pajak"  (terutama yang kaya-kaya) – agar tidak meletus revolusi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar