Senin, 01 Desember 2014

GURU


Jaman dulu guru adalah profesi yang kurang diminati karena secara finansial kurang menjanjikan. Namun kondisi berbalik 180 derajat sekarang. Anggaran pendidikan yang tinggi turut mengangkat kesejahteraan guru. Itulah sebabnya mengapa profesi guru menjadi primadona sekarang. Artinya mereka ingin menjadi guru karena 'uangnya', bukan panggilan jiwa.

Namun jangan salah. Yang bisa menikmati masih sebatas guru-guru yang sudah diangkat saja. Guru tidak tetap masih saja nelangsa hidupnya. Tulisan kali ini saya tidak akan membahas mengenai kesejahteraan guru. Toh, kesejahteraan tidak berdampak signifikan pada kualitas mengajar. Kali ini saya ingin membahas tentang profesi yang seharusnya mulia ini. Masihkah mereka layak disebut GURU?.

Masih ingat jaman kecil saya dulu. Guru adalah sosok yang sangat dihormati. Dan nyatanya memang pantas dihormati. Dengan tidak bermaksud men-generalisasi tentu masih banyak guru-guru yang idealis, bekerja karena panggilan hati. Namun tidak bisa dipungkiri berita media banyak diisi oleh berita-berita kurang sedap mengenai profesi guru ini. Ada guru yang berbuat mesum dengan muridnya, ada guru yang kena kasus narkoba, ada guru yang menjual soal pada muridnya, dll.

Anggaplah mereka sebagai oknum, sayangnya berita miring tentang oknum ini banyak terjadi. Maka pertanyaannya, oknum-oknum ini menganggap profesinya sebagai apa? Sebagai 'pekerjaan' biasa atau panggilan jiwa untuk mendidik anak bangsa?.

Terlepas dari ulah para oknum yang tidak sadar dengan profesinya itu. Perkembangan pendidikan juga mengancam otoritas para guru. Jaman kita kecil dulu, dijewer guru sampai kuping merah adalah hal biasa. Tapi sekarang guru bisa dipolisikan gara-gara menjewer muridnya. Kondisi ini seringkali menimbulkan kegamangan bagi para guru dalam menjalankan profesinya. Bagaimana guru bisa mendidik murid-muridnya jika wewenangnya hanya 'mengajar’? Bagaimana bisa mendidik tanpa otoritas?

Dalam banyak kasus guru sering disudutkan bahkan oleh anak didiknya sendiri yang mengadu yang tidak-tidak pada orang tuanya. Sikap orang tua yang meremehkan profesi guru juga menular pada anak-anaknya. Akibatnya peran guru semakin menjadi 'pengajar' saja.

Metode pendidikan modern juga punya andil mereduksi peran guru yang seharusnya pendidik hanya menjadi pengajar saja. Contohnya banyak sekolah-sekolah dengan metoda 'fun learning' yang salah kaprah membuat murid menjadi seperti raja.

Percaya atau tidak, ada sekolah-sekolah yang dimana murid-muridnya punya hak mengevaluasi guru mereka. Penilaian murid-murid atas gurunya itu dijadikan salah satu masukan pihak sekolah untuk mengevaluasi kinerja guru-guru mereka.

Bayangkan, bagaimana mungkin seorang guru mampu mendidik murid-murid yang bisa menentukan periuk nasinya? Akhirnya manusia yang bernama 'guru' itu tak lebih hanya menjadi baby sitter bagi anak-anak orang kaya itu. Murid-murid yang menyadari mereka bisa menentukan nasib gurunya itupun akhirnya tingkah polahnya menjadi seperti setan-setan kecil.

Kondisi ini terjadi karena dunia pendidikan sudah berubah menjadi bisnis yang sangat menggiurkan. Persaingan pun menjadi sengit. Mereka berlomba-lomba menawarkan fasilitas dan layanan terbaik bagi anak-anak didiknya. Mirip hotel yang sedang promo. Mereka lupa bahwa mendidik itu berbeda dengan memanjakan. Dan tidak ada cara yang lebih efektif menghancurkan masa depan anak selain memanjakannya. Kira-kira masih layakkah para guru yang dikebiri hak mendidiknya itu disebut sebagai guru? Guru kok takut pada muridnya?.

Diluar kondisi yang mengebiri otoritas guru itu ada juga guru-gurunya sendiri yang memang memposisikan diri hanya sebagai pengajar. Yang terakhir ini adalah tipe guru-guru malas. Mereka lebih suka mengejar target-target administasi untuk kepentingan sertifikasi atau kenaikan pangkat.

Namun begitu guru adalah profesi yang harus tetap mulia. Para guru harus menjaga kemuliaan profesinya. Dan masyarakat khususnya para orang tua wajib mendidik anak-anaknya untuk menghormati guru-guru mereka. Karena masa depan bangsa ini bergantung pada bagaimana anak-anak ini dididik dengan baik oleh guru-guru mereka.

Sekali lagi mendidik dengan baik tidak sama dengan memanjakan. Janganlah terjebak metode modern yang belum tentu baik untuk anak-anak kita. Karena dibalik janji-janji manis metode pendidikan modern itu ada uang besar dibelakangnya. Dan tentu saja keruntuhan otoritas guru. Marilah kita bersama mengembalikan peran guru sebagaimana seharusnya. Jangan lemahkan para pendidik kita. SELAMAT HARI GURU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar