Senin, 01 Desember 2014

Bagaimana Islam Memandang Musik?

Jalaludin Rumi berkata: terdapat aneka ragam jalan menuju Tuhan, pilihanku adalah musik dan tari. Pendapat ini ditimpali Ibn Arabi yang menyebutkan bahwa mendengarkan musik dapat mengantar kepada suatu pengalaman spiritual. Sedang Imam Ghazali berpendapat: hati, lubuk pemikiran, nyanyian dan ekstase (tenggelam dalam ketaksadaran) karena mengingat Allah adalah rahasia-rahasia bernilai tinggi, bagaikan benda-benda yang terpendam. Serupa air yang tersembunyi di bawah tanah atau api di dalam batu. Tiada cara menggalinya kecuali melalui musik dan nyanyian. Dan tiada jalan menembus hati kecuali melalui telinga.

Plato mengatakan ritme musik dan keserasian suara yang merasuk menyelami jiwa mengantar kepada pendakian spiritual menuju Tuhan. Musik merupakan sarana penyucian jiwa dan pengenalan unsur ruhani dari seseorang. Untuk itu ia mendapat penekanan khusus oleh kalangan sufi. Menurut Ikhwan al- Safa, jiwa manusia akan terangkat tinggi menjulang ke alam ruhani ketika ia mendengar melodi yang indah. Bagi kaum sufi, musik yang bernilai agung diberi nama sama' (bahasa Arab, berarti mendengar) agar tidak mengaburkan dengan musik biasa.

Musik berasal dari kata Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi musiqa. Perdebatan dalam masalah musik di kalangan Islam berkisar pada definisi serta penggunaan kata. Pembacaan kitab suci dengan lagu yang merdu azan, takbir hari raya, talbiah haji, serta pujian kepada Nabi yang diiringi alunan suara indah dan syahdu, tidak masuk dalam kategori musiqa. Kesemua itu masuk kategori qiraah, takbir, atau madih yang mendandung elemen suci.

Lalu bagaimana dengan lagu-lagu yang tidak mengandung elemen suci yang tergolong dalam kategori musiqa?. Ulama membaginya kepada beberapa kategori yang mencakup spektrum luas. Dimulai dengan larangan (haram) sampai dengan anjuran (sunnah).

Larangan terhadap musik hanya tertuju pada kategori musik yang diangap menimbulkan kegirahan sensual jasmani yang sering ditautkan dengan hambatan mengingat Tuhan. Mengenai jenis musik ini, ulama menempuh cara preventif sehingga cenderung keras dalam melarangnya. Adapula yang longgar dengan menekankan kepada anjuran menahan diri.

Adapun contoh yang dianjurkan (sunnah) adalah lagu-lagu mars militer untuk membangitkan semangat juang di jalan yang benar (melawan penjajah dll). Musik dalam upacara keluarga (pernikahan, khitan dll) tidak ada keraguan atas kewajarannya (halal). Bahkan ada yang berpendapat bahwa Nabi membenarkan dengan anjuran tersirat untuk menghargai adat serta kebudayaan bangsa-bangsa dunia.

Sayyed Hosein Nasr berkata: Jika datang padamu seseorang yang berucap 'Saya seorang Muslim yang patuh, saya tahu bahwa musik terlarang (haram)', kata Nasr 'This person does not really know what he/she is talking about'.

"Musik mengantar kepada pengalaman spiritual" (Ibn 'Arabi).

"Banyak jalan menuju Tuhan, pilihanku musik dan tari" (Rumi).


Alwi Shihab - Intellectual Muslim Scholar in religious tolerance and pluralism, at Temple Univ PhD & Ainshams Univ PhD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar