Minggu, 10 Maret 2013

AGAMA & SAINS


Dalam astronomi, heliosentrisme adalah teori yang berpendapat bahwa Matahari bersifat stasioner dan berada pada pusat alam semesta. Secara historis, heliosentrisme bertentangan dengan geosentrisme, yang menempatkan Bumi di pusat alam semesta. Diskusi mengenai kemungkinan heliosentrisme terjadi sejak zaman klasik. Barulah ketika abad ke-16 dapat ditemukan suatu model matematis dapat meramalkan secara lengkap sistem heliosentris, yaitu Nicolaus Copernicus, seorang ahli matematika dan astronom. Pada abad berikutnya, model tersebut dijabarkan dan diperluas oleh Johannes Kepler dan pengamatan pendukung dengan menggunakan teleskop diberikan oleh Galileo Galilei.

Ilmuwan Italia Galileo Galilei (1564-1642) dinyatakan keliru oleh Gereja (GRK) pada paham heliosentrisme yang dipertahankannya, mengikuti Kopernikus.GRK memandang Galileo telah menyampaikan ajaran sesat heliosentrisme, yang bertentangan dengan geosentrisme yang dipertahankan GRK. Akibatnya, Galileo diadili dan akan dieksekusi, tapi akhirnya hanya berlaku tahanan rumah seumur hidupnya. Penghukuman atas Galileo dan penolakan GRK pada heliosentrisme-nya terjadi pada abad ke-17. Siapa yang kemudian ternyata benar? Galileo!

Pada abad ke-20, 3 abad setelah Galileo, persisnya di tahun 1992, Vatikan lewat Paus Yohanes Paulus II menyatakan Galileo benar, tidak salah. Diperlukan waktu 300 tahun untuk GRK akhirnya mengakui bahwa sains Galileo di abad 17 benar.

Agama dan sains tidak harus saling bertentangan. Keduanya saling melengkapi satu sama lain. Alam semesta ciptaan Tuhan dan sains adalah cara manusia memahami ciptaan Tuhan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar