Senin, 15 Juli 2013

PERANG PEMIKIRAN


Kesulitan banyak orang adalah karena terperangkap dalam pola dan cara pikir masa lalu. Mungkin tertulis pada gen kita dan diwariskan secara turun temurun. Bagaimana kita menghadapi “perang” pikiran, ketika kita percaya bahwa kepercayaan kita sendiri mengharuskan pikiran dibatasi. Ketika beberapa hari lalu akan diadakan dialog lintas agama, segerombolan orang yang berpikir sempit justru menghalangi dan membubarkannya. Lalu bagaimana buah pikiran kita bisa didengarkan oleh yang lain untuk menunjukan mengapa kita begitu yakin bahwa agama kita benar. Bagaimana syiar agama bisa dilakukan, sementara ruang untuk mempertahankan pendapat dan meyakinkan orang lain ditiadakan.

Dimasa lalu, para Nabi mungkin tak bisa menghindari peperangan ketika melakukan syiar agama. Lebih kepada mempertahankan diri, dibanding sikap ofensif menaklukkan pihak lain. Peperangan bukan cara yang dipakai melakukan syair agama, tapi konsekuensi yang tak dapat dihindari karena sikap bermusuhan kaum tak beradab ketika itu.

Kini, ketika peradaban sudah maju sedemikain rupa, sikap bermusuhan terhadap penganut agama lain tak lebih dari sikap paranoia warisan masa lalu. Di dalam peradaban modern, musuh kita tak lagi datang dari penganut agama lain. Musuh utama kita sekarang adalah diri kita sendiri, untuk tak lagi bersikap bermusuhan, percaya bahwa penganut agama lain juga merupakan ciptaan Nya dan Tuhan tentu punya maksud ketika menciptakan kita beragam, serta meyakini bahwa salah satu misi kehidupan kita adalah agar bermanfaat bagi sesama.

Syiar agama tak lagi perlu dilakukan melalui peperangan dan penaklukkan, tapi dengan menjadikan diri kita contoh dan panutan. Membuktikan pada yang lain bahwa agama telah mengubah kita menjadi mahluk yang lebih baik dari sebelumnya.

Agama yang kita anut hanya akan tumbuh dan berkembang kalau kita semakin rasional berpikir, sehingga mau didengar dan dipahami oleh anak-anak kita sendiri dan generasi muda lainnya yang lebih kritis, yang tak lagi berpikir sama dengan cara kita berpikir dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar