Dimasa
pemerintahan Margaret Tatcher terjadi perang Malvinas (Falkland) antara Inggris
dengan Argentina. Disini Inggris kembali menunjukan kedigjayaan Angkatan
Perangnya selama ratusan tahun sebelumnya. Kepulauan Malvinas yang terletak
jauh dari daratan Inggris berhasil direbut kembali dari Argentina.
Perang
Malvinas justru harus dilihat dari masalah ekonomi Argentina. Agar tetap
populis, para Jenderal Argentina cari masalah. Kita harus ingat bahwa,
Argentina lah yang duluan menduduki Falkland dan Port Stanley. Mereka menumpang
"nasionalisme." Tahun 1980-an merupakan dekade yang hilang di Amerika
Latin. Brazil dan Argentina mengalami hyperinflasi, ekonomi morat-marit. Maka
mereka cari kambing hitam. Para Jenderal Argentina itu mengalihkan perhatian
publik dari kemerosotan ekonomi mereka. Setelah kalah, junta militernya kolaps.
Mirip
dengan yang terjadi di Korea Utara selama ini. Perekonomian Korut amburadul,
pertanian gagal dan rakyat kelaparan. Mereka harus hidup dari belas kasihan
negara lain. Untuk mengalihkan perhatian rakyat yang lapar, mereka perlu
menciptakan perang. Diperlukan musuh bersama. Selama ini ancaman perang serta
gertakan roket dan senjata nuklir selalu dipakai untuk menakut-nakuti dunia
internasional. Pilihannya: perang atau pangan. Mirip ancaman preman.
Saya perkirakan hal yang sama juga tengah
terjadi di daerah tertentu di tanah air. Perekonomian setempat memburuk, rakyat
tak punya pekerjaan dan sebentar lagi marah karena lapar. Begitu pula para
mantan aggota separatis, mereka kini gelisah dan perlu ditenangkan. Perlu
pengalihan perhatian. Pesan yang disampaikan juga sama: “berontak atau
makanan.” Di negara-negara tirani/ diktator, pengalihan isu selalu berupa
ancaman perang. Karena hanya ini cara yang mereka kuasai: “War for food”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar